Enam Unsur Blankonisme: Menutup Kepala, Membuka Kesadaran
Setiap blangkon punya rahasia. Ia tidak sekadar kain batik yang dililit rapi di kepala, tetapi peta kesadaran yang digambar dengan benang nilai. Dari bentuknya, orang bisa belajar: bahwa berpikir itu bukan soal isi kepala, melainkan cara menata yang di dalam kepala.
1. Pola Dasar – Kesadaran Identitas
Blangkon bermula dari selembar kain batik yang punya pola. Begitu pula manusia. Setiap diri punya motif, punya jejak, punya sejarah. Blankonisme mengajak kita untuk membaca ulang pola itu — menemukan siapa kita sebelum dunia menamai.
Karena tanpa mengenali motifnya, seseorang mudah terhanyut jadi tiruan dari orang lain.
2. Mondholan – Tanggung Jawab Pikiran
Tonjolan di belakang blangkon bukan sekadar hiasan. Ia adalah simbol beban: beban pikiran, beban kesadaran.
Dalam Blankonisme, mondholan adalah pengingat bahwa setiap pikiran harus dipikul dengan tanggung jawab.
Berpikir bukan untuk menang debat, tapi untuk menuntun langkah. Pikiran adalah utang moral terhadap semesta.
3. Iket – Pengendalian Diri
Lilitan kain yang menekan kepala itu adalah latihan kecil pengendalian. Ia menahan agar kepala tidak liar, pikiran tidak sombong, dan rasa tidak meledak.
Blankonisme mengajarkan: yang paling sulit dari kebebasan berpikir adalah menahan diri untuk tidak meremehkan yang berbeda.
Blangkon mengikat, agar pikiran tetap rendah hati di hadapan kehidupan.
4. Pet (Depan) – Arah Pandang Hidup
Pet menutupi dahi, memberi bentuk, memberi arah. Ia seperti kompas kecil di kepala yang menunjuk ke depan.
Dalam Blankonisme, pet adalah simbol visi — keberanian menentukan arah tanpa kehilangan hormat pada masa lalu.
Berpikir ke depan bukan berarti meninggalkan akar, tapi menumbuhkan cabang baru dari pohon yang sama.
5. Tali / Simpul – Konsistensi dan Integritas
Simpul adalah janji. Ia mengikat kain agar tak terlepas, seperti integritas yang menjaga manusia agar tidak tercerai dari nilai.
Blankonisme mengingatkan, berpikir besar harus diikat dengan kejujuran kecil.
Karena pikiran tanpa simpul, hanyalah angin lewat yang tak punya arah pulang.
6. Sumpingan – Keseimbangan
Dua sisi kanan dan kiri itu saling berhadapan, tapi tak bertentangan. Mereka saling melengkapi — seperti logika dan rasa, nalar dan nurani.
Dalam Blankonisme, keseimbangan adalah napas kebijaksanaan.
Pikiran yang terlalu rasional kehilangan empati, pikiran yang terlalu perasa kehilangan arah.
Hidup yang utuh lahir dari kepala yang berpikir dan hati yang ikut bicara.
Penutup: Kepala yang Terbuka, Pikiran yang Terikat
Blangkon menutup kepala, bukan untuk membatasi, tapi untuk menenangkan badai di dalamnya.
Ia menandai bahwa setiap manusia punya ruang hening di atas dahi — tempat kesadaran disemai.
Blankonisme adalah upaya kecil untuk kembali menata kepala: berpikir dengan rasa, merasa dengan nalar, dan hidup dengan kesadaran.

