2025/11/15

DNA Blankon Leadership VS Simulatif Hening



Hening sebagai ruang strategis Dalam dunia yang bising oleh opini dan ego,pemimpin blankon tidak terburu-buru beraksi.ia masuk ke ruang hening—tempat logika dan rasa berdialog.Hening bukan pasif ia adalah mode berfikir jernih,tempat intuisi danpengetahuan saling menyapa.DNA ini menumbuhkan ketenangan taktis;berfikir sebelum berbicara,memahami sebelum menilai.

Oleh:Rukanah Mahasiswa RPL Afirmasi PG Paud 2025 Unikama,TK MUSLIMAT MIFTAKHUL ULUM, Mojokerto  

Kegiatan mengajak anak usia dini untuk mempraktikkan tata cara berhaji melalui konsep permainan edukatif atau yang lebih dikenal dengan istilah “wisata ke Mekah versi anak-anak” merupakan bentuk inovasi pembelajaran berbasis pengalaman nyata. Di tengah dominasi wisata anak yang biasa diarahkan pada tempat bermain air, taman rekreasi, atau pengenalan hewan dan tumbuhan, kegiatan ini menghadirkan pendekatan religius yang lebih mendalam. Anak tidak hanya diajak berwisata, tetapi juga diperkenalkan pada nilai spiritual, simbol-simbol ibadah, dan tata cara menjalankan rukun Islam yang kelak menjadi bekal berharga saat tumbuh dewasa. Aktivitas ini merangsang aspek moral, emosional, dan kognitif anak melalui pembiasaan religius yang menyenangkan. Dengan praktik tawaf kecil, memakai pakaian ihram sederhana, hingga mengulang kalimat talbiyah secara ceria, anak membangun hubungan awal dengan pengalaman spiritual yang akan mereka ingat dan maknai di masa depan. Pembelajaran seperti ini bukan sekadar pengetahuan ritual, tetapi juga proses penanaman jati diri, memori positif, rasa aman, dan ketenangan batin yang menjadi fondasi perkembangan moral.

Dalam konteks teori DNA Blankonisasi Leadership Hening, kegiatan wisata religi ini dapat dipandang sebagai ruang strategis dalam membentuk kepemimpinan masa kecil. DNA Blankonisasi merujuk pada pola pembentukan karakter yang mengakar, sistematis, dan simbolik layaknya filosofi blangkon dalam budaya Jawa: tertata, mengandung nilai keselarasan, dan memiliki makna pengendalian diri. Ketika konsep ini dipadukan dengan “leadership hening,” pembelajaran bagi anak lebih menitikberatkan pada proses internalisasi nilai melalui ketenangan, refleksi, dan pengendalian perilaku. Anak-anak yang mengikuti kegiatan mini haji tidak hanya mempelajari gerakan ibadah, tetapi juga belajar menunggu giliran, mengikuti instruksi, menjaga ketertiban saat bertawaf, serta menghormati teman-teman mereka. Momen-momen ini adalah bentuk nyata latihan kepemimpinan dasar: disiplin, pengendalian emosi, empati, dan kemampuan memahami aturan sosial. “Keheningan” yang dimaksud bukan berarti diam secara fisik, tetapi sebuah ruang psikologis untuk menyerap makna, merasa terhubung dengan aktivitas, dan belajar memahami nilai dari dalam diri. Dengan demikian, kegiatan wisata haji menjadi media strategis untuk memperkuat struktur DNA karakter anak melalui pengalaman yang spiritual, penuh makna, dan membangkitkan kesadaran moral sejak dini.

Ruang strategis dalam DNA Blankonisasi Leadership Hening tercipta melalui integrasi antara pengalaman ibadah simulatif dan pembiasaan perilaku bermakna. Ketika anak merasakan bahwa kegiatan berhaji bukan sekadar bermain tetapi bagian dari perjalanan batin kecil yang menyenangkan, maka terbentuklah memori afektif yang kuat. Memori positif inilah yang kelak menjadi jangkar saat mereka menghadapi dinamika kehidupan di masa pertumbuhan. Anak tumbuh dengan pemahaman bahwa ibadah adalah sumber ketenangan, bukan beban; bahwa kepemimpinan dimulai dari kemampuan mengatur diri; dan bahwa spiritualitas bukan hanya ajaran verbal, tetapi pengalaman yang pernah mereka alami dengan gembira. Oleh sebab itu, kegiatan wisata ke Mekah bagi anak usia dini dapat dipandang sebagai model pembelajaran visioner yang memadukan nilai religius, budaya, dan kepemimpinan secara harmonis. Ia menjadi wujud praktik pendidikan karakter yang tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan ibadah, tetapi juga menyusun fondasi DNA kepemimpinan yang berakar pada ketenangan, moralitas, dan kecerdasan emosional. Dengan pendekatan ini, pendidikan anak usia dini tidak sekadar mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga generasi berkarakter hening, bijaksana, dan mampu memimpin dirinya sebelum memimpin orang lain.

Postingan Terkait

Cari Blog Ini