2025/11/13

Blankonisme VS Patuh


 Blankonisme menegaskan bahwa kesadaran kewargaan tidak bisa tumbuh di tanah yang kering dari rasa. “Menjadi warga” bukan sekadar tunduk pada hukum, melainkan ikut menjaga keseimbangan batin sosial.


Oleh:Fransiska Satriani,Mahasiswa STIKES Panti Waluya Malang


 Kesadaran kewargaan tidak cukup hanya dibangun lewat kepatuhan terhadap aturan formal, tetapi juga harus disertai dengan kepekaan rasa dan tanggung jawab sosial. Blankonisme di sini menjadi simbol pandangan hidup yang menekankan harmoni antara cara berpikir, rasa, dan perilaku sosial dalam kehidupan berbangsa.


Setiap warga negara memiliki kesadaran batin bahwa dirinya adalah bagian dari jaringan sosial yang saling terhubung. Warga tidak hanya menaati hukum karena takut sanksi, melainkan karena memahami makna moral dan sosial di baliknya. Kenyataannya, banyak masyarakat zaman sekarang terjebak dalam formalisme hukum dan individualisme. Kesadaran kewargaan sering menjadi sekadar urusan administratif membayar pajak, mengikuti aturan lalu lintas, atau mencoblos saat pemilu tanpa diimbangi kepedulian terhadap sesama. Nilai rasa, gotong royong, dan empati sosial makin memudar.


Masyarakat menjadi patuh secara struktural, namun abai secara emosional. Ketaatan tanpa rasa membuat kehidupan berbangsa kehilangan makna kebersamaan dan keseimbangan antara akal dan rasa. Pendidikan kewarganegaraan seharusnya tidak hanya mengajarkan aturan tetapi juga menumbuhkan empati, budaya dialog, dan tanggung jawab moral.


Marilah kita menghidupkan kembali rasa dalam kehidupan berbangsa dengan saling peduli, menghargai perbedaan, dan menanamkan kepekaan sosial agar menjadi warga bukan sekadar status hukum melainkan panggilan hati untuk menjaga keseimbangan batin masyarakat.





Postingan Terkait

Cari Blog Ini