Blangkonisme vs Pendidik
Dengan memahami makna blankonisme ada tiga ranah praksis blangkonisme bekerja ,salah satunya Ranah Reflektif – Blankon Mindset
Oleh : Siti Roisah, Mahasiswa RPL AFIRMASI 2025 UNIKAMA Guru TK Mardisiwi 02 Kota Batu
Tahap pertama adalah kesadaran diri berpikir tentang diri, budaya,dan tanggung jawab sosial. Blankonisme mendorong civic reflection- kesadaran menjadi manusia dan warga sekaligus
Dalam praktikpendidikan, ini berarti menghidupkan dialog kritis,mengganti hafalan nilai menjadi permenungan nilai.Seorang guru bukan penyampai melainkan penenun makna [ Engelbertus Kukuh Widijatmoko]
Blangkon merupakan penutup kepala khas pria Jawa yang sarat makna filosofi. Bagi masyarakat Jawa, blangkon bukan sekadar pelengkap busana, tetapi simbol dari ketertiban, kesopanan, dan pengendalian diri agar pikiran tidak liar Bentuknya yang rapi dan terikat di kepala menggambarkan bahwa seseorang harus mampu mengendalikan pikiran, menjaga tata krama, dan berperilaku bijak dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi seorang pendidik, filosofi blangkon dapat menjadi cerminan sikap profesional dan moral dalam menjalankan tugas. Ikatan di bagian belakang blangkon melambangkan pentingnya mengikat niat dan tanggung jawab. Seorang guru harus memiliki tekad kuat untuk mendidik dengan hati, mengarahkan peserta didik menuju kebaikan, dan menjaga amanah sebagai pembimbing generasi penerus.
Selain itu, blangkon menutupi kepala secara utuh sebagai simbol kerendahan hati. Pendidik yang berjiwa “blangkon” senantiasa merendahkan diri di hadapan ilmu, tidak sombong atas pengetahuan yang dimiliki, dan selalu membuka diri untuk belajar hal baru. Dalam proses pendidikan, guru bukan hanya pengajar,penyampai ilmu melainkan penemu makna yang merajut nilai kebijakasanaan dalam setiap pelajaran membentuk jiwa dan karakter generasi bangsa juga teladan dalam beretika, berpikir jernih, dan bersikap adil.
Filosofi blangkon juga mengajarkan pentingnya keseimbangan antara pikiran, perasaan, dan tindakan. Pendidik dituntut mampu berpikir jernih ,rasional, bersikap empatik, dan bertindak bijaksana serta bertindak welas asih sebagai suri tauladan. Seperti blangkon yang terbuat dari kain sederhana namun bermakna dalam, demikian pula pendidik seharusnya tampil bersahaja namun penuh nilai dan makna.
Dengan memahami filosofi blangkon, pendidik dapat menanamkan nilai-nilai budaya Jawa dalam pendidikan, membentuk karakter siswa yang beradab, serta menjaga harmoni antara pengetahuan modern dan kearifan lokal.

