2025/11/09

Blangkonisme vs Budaya Asing

 

Blangkon, merupakan simbol kebanggaan dan kearifan lokal, menjadi penanda identitas yang tak lekang oleh waktu. Di era globalisasi, budaya asing menawarkan modernitas, tetapi tanpa kesadaran budaya, generasi muda bisa kehilangan akar. Blangkonisme bukan penolakan terhadap dunia luar, melainkan upaya bijak menyeimbangkan tradisi dan kemajuan agar kepribadian bangsa tetap terjaga.


Oleh : Windi Fendriana, Mahasiswa RPL Afirmasi PG Paud 2025 Unikama, TK Al Azhar Blimbing Malang


Blangkonisme merupakan simbol semangat menjaga jati diri dan warisan budaya bangsa di tengah arus globalisasi. Kata blangkon sendiri berasal dari penutup kepala khas pria Jawa yang sarat makna filosofis—menunjukkan kedisiplinan, kesopanan, dan identitas budaya yang luhur. Dalam konteks modern, blangkonisme dapat dimaknai sebagai sikap mempertahankan nilai-nilai lokal tanpa menutup diri terhadap perkembangan dunia luar. Namun, di era serbainstan dan keterbukaan informasi, tantangan besar muncul ketika budaya asing dengan mudah merasuki gaya hidup masyarakat, terutama generasi muda.


Budaya asing memang tidak sepenuhnya negatif. Banyak hal positif yang dapat dipelajari, seperti etos kerja, disiplin, serta kemajuan teknologi. Akan tetapi, ketika masyarakat terlalu larut dan mengagungkan budaya luar tanpa filter, maka nilai-nilai luhur bangsa bisa terkikis perlahan. Fenomena ini terlihat dari menurunnya rasa bangga terhadap produk lokal, perubahan gaya berpakaian yang menjauh dari norma adat, serta pergeseran perilaku sosial yang semakin individualistis. Blangkonisme hadir sebagai bentuk kesadaran untuk menyeimbangkan dua kutub tersebut—antara modernitas dan tradisi, antara keterbukaan dan keaslian.


Pemahaman terhadap blangkonisme mengajarkan bahwa identitas budaya tidak harus ditinggalkan demi mengikuti tren global. Justru, ketika budaya lokal dijaga dan dikembangkan, ia mampu menjadi daya tarik tersendiri di mata dunia. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa benturan antara blangkonisme dan budaya asing bukanlah peperangan, melainkan proses adaptasi yang membutuhkan kebijaksanaan. Budaya asing boleh masuk, namun harus disaring agar tidak menghapus akar budaya sendiri. Dengan begitu, masyarakat Indonesia dapat tetap berakar kuat pada tradisi, sekaligus tumbuh tinggi menatap masa depan global.

Postingan Terkait

Cari Blog Ini