2025/10/24

Sound Horeg : Kode Sosial (EKSOS THEORY dan Bronfenbrenner)


Sound Horeg (Sumber: Rio/dbi) 


Justru di balik kebisingan itulah kita bisa menemukan keheningan makna — bahwa eksistensi manusia sejati tidak selalu lahir dari kata, tapi kadang dari bunyi yang menolak sunyi.


 GAGASAN

Sound horeg bukan cuma dentuman bass yang mengguncang malam, tapi denyut sosial yang menuntut diakui. Ia muncul dari ruang-ruang yang jarang disapa: gang sempit, lapangan kampung, dan hati anak muda yang haus eksistensi. Dalam kacamata EKSOS THEORY, fenomena ini adalah bentuk resonansi eksistensial — di mana individu atau kelompok berupaya memantulkan keberadaannya ke ruang sosial agar didengar, dilihat, dan diakui.


Sementara Bronfenbrenner melihatnya sebagai hasil interaksi antar lapisan sistem sosial. Sound horeg lahir dari mikrosistem komunitas muda yang butuh ekspresi, tumbuh dalam mesosistem interaksi sosial yang rapuh, dan bentrok dengan makrosistem nilai masyarakat yang menuntut ketenangan. Maka, sound horeg bukan sekadar musik keras; ia adalah suara dari sistem sosial yang tak seimbang — gema dari yang terpinggirkan.


Sound Horeg Tirtoyudo (Sumber : Pribadi/dbi) 

ALASAN

Mengapa sound horeg merebak? Karena manusia tak bisa hidup tanpa pengakuan. Setiap individu butuh ruang untuk bersuara, meski kadang suaranya tak diterima. Di tengah kota yang penuh aturan dan desa yang makin sunyi, anak-anak muda mencari medium untuk menegaskan: “Kami ada!” Dan cara paling jujur untuk itu adalah dengan suara.


Dalam pandangan EKSOS THEORY, ketika ruang sosial formal tidak memberi pengakuan (pendidikan yang kaku, masyarakat yang menolak kebebasan ekspresi), manusia menciptakan eksosistem tandingan — ruang alternatif untuk menghidupkan diri. Sound horeg menjadi wadah eksosial baru, tempat kebersamaan dan eksistensi bersatu dalam dentuman.


Sedangkan Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perilaku seperti ini muncul karena ketidakseimbangan antara sistem makro (aturan, nilai sosial) dan sistem mikro (keinginan individu dan komunitas). Ketika sistem atas terlalu menekan, sistem bawah bereaksi dengan cara yang paling mungkin: membunyikan dirinya.


RUMUSAN

Dari dua perspektif teori ini, kita dapat merumuskan bahwa:

Sound horeg adalah manifestasi eksistensi sosial yang tumbuh dari keterbatasan ruang pengakuan, sebagai bentuk adaptasi dan perlawanan terhadap tekanan sistem sosial yang menolak kebebasan berekspresi.


Dentuman itu bukan sekadar bising, tapi kode sosial — bahasa simbolik dari masyarakat bawah yang ingin berbicara dalam sistem yang tak mau mendengar. Ia bukan keributan, tapi komunikasi; bukan gangguan, tapi deklarasi eksistensi.


URAIAN

Sruput lagi kopi pahit, pelan-pelan, karena di balik bisingnya sound horeg ada keheningan batin yang menjerit.

Mari kita lihat lewat lapisan ekologi Bronfenbrenner.


Di mikrosistem, sound horeg lahir dari pertemanan, komunitas kecil, dan kelompok anak muda yang merasa setara. Di sana dentuman menjadi simbol persaudaraan, ritus kebersamaan, bahkan terapi jiwa. Tidak ada hierarki, hanya irama.


Naik ke mesosistem, terjadi gesekan: antara komunitas sound horeg dengan warga sekitar. Di sinilah bunyi menjadi konflik. Sebagian merasa terancam, sebagian merasa hidup. Tapi konflik ini bukan sekadar soal bising; ia menggambarkan benturan nilai antara dua dunia — dunia yang ingin tenang dan dunia yang ingin diakui.


Pada eksosistem, absennya kebijakan publik yang memberi ruang bagi ekspresi budaya membuat sound horeg jadi liar. Tidak ada ruang terbuka, maka jalanan jadi panggung. Tidak ada wadah resmi, maka lapangan kosong jadi teater bunyi.

Dan di makrosistem, nilai sosial tentang sopan, tertib, dan tenang sering menyingkirkan bentuk-bentuk ekspresi alternatif. Masyarakat ingin harmoni, tapi lupa bahwa harmoni tanpa keberagaman hanya menghasilkan kesunyian yang menekan.


Dalam pandangan EKSOS THEORY, sound horeg adalah metafora eksistensi kolektif. Bunyi keras itu sebenarnya adalah cara masyarakat bawah mengucapkan doa sosial mereka. Mereka tidak berteriak karena ingin melawan, tapi karena ingin didengar. Mereka tidak sedang menantang sistem, tapi memanggil perhatian agar sistem melihat keberadaan mereka.


Seperti bara kecil di balik abu, sound horeg adalah api sosial yang mencari bentuk: kadang liar, tapi punya makna. Ia adalah “suara dari bawah” yang mengingatkan kita bahwa keberadaban bukan hanya soal ketenangan, tapi juga soal memberi ruang pada keberbedaan suara.


DAMPAK

Dampaknya tentu berlapis.

Di sisi negatif, sound horeg menimbulkan gangguan: konflik antarwarga, keresahan sosial, bahkan stigma buruk terhadap anak muda. Tetapi jika hanya berhenti di situ, kita kehilangan pesan utamanya.


Di sisi positif, sound horeg membangun solidaritas sosial baru, menciptakan peluang ekonomi kecil (penyewaan alat, operator, dekorasi, konsumsi), bahkan memperkuat identitas komunitas. Ia menjadi ekosistem sosial alternatif — tempat kreativitas tumbuh tanpa kurikulum, tanpa birokrasi.


Dalam kerangka Bronfenbrenner, fenomena ini memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh mikrosistem dalam membentuk perilaku kolektif. Sedangkan dalam EKSOS THEORY, sound horeg adalah bukti bahwa eksistensi manusia tak bisa diredam; ia selalu mencari jalan untuk hidup, bahkan lewat frekuensi yang paling keras sekalipun.


AJAKAN

Sruput terakhir kopi pahit, biarkan pahitnya jadi cermin refleksi.

Sound horeg tak perlu dibungkam, tapi dipahami. Ia adalah bahasa sosial yang sedang mencari tata bahasa. Alih-alih melarang, mari menciptakan ruang ekspresi yang aman, terarah, dan manusiawi. Pemerintah bisa membuka ruang festival rakyat, akademisi bisa meneliti maknanya, dan masyarakat bisa belajar mendengar dengan empati, bukan hanya dengan telinga.


Mari kita dengarkan bukan hanya suaranya, tapi pesan di balik suaranya.

Karena di setiap dentuman sound horeg, ada denyut kehidupan sosial yang menolak mati.

Ada generasi yang sedang berkata,

 “Kami tidak ingin diam. Kami hanya ingin diakui.”


Dan mungkin, justru di balik kebisingan itulah kita bisa menemukan keheningan makna — bahwa eksistensi manusia sejati tidak selalu lahir dari kata, tapi kadang dari bunyi yang menolak sunyi.


Postingan Terkait

Cari Blog Ini