2025/10/12

Rumus Spiral Kesadaran


Sruputlah pelan-pelan, Sobat. Dalam tiap teguk kehidupan, ada rumus yang tak tertulis di papan kelas, tapi hidup di dada manusia:

K = DEk × DSo × DSp.

Rumus sederhana tapi menggetarkan — karena ia bukan matematika logika, melainkan rumus keberadaan.

Ketika ekologis, sosial, dan spiritual berjalan seirama (+ × + × +), hidup pun menjelma harmoni. Alam tersenyum, manusia bersapa, jiwa bernyanyi. Itulah kesadaran puncak, spiral yang menanjak ke arah terang — tempat makna menetes perlahan, seperti kopi pahit yang justru membuat hati jernih.


Namun, bila satu simpul tergelincir, spiral pun bergetar.

Ekologis rusak di tengah sosial dan spiritual yang tampak baik (– × + × +) — muncullah disonansi alam, suara bumi yang lirih tapi sering kita abaikan.

Sosial yang retak (+ × – × +) membuat manusia kehilangan empati, sibuk berdebat tapi lupa berpeluk — itulah kesadaran tertutup.

Dan bila spiritualitas kering (+ × + × –), walau sosial ramai dan alam subur, hidup terasa kosong: kering makna, tak beraroma ruh.


Paling gelap adalah ketika ketiganya runtuh (– × – × –).

Spiral pun turun — manusia terasing dari bumi, dari sesama, dan dari dirinya sendiri. Inilah kesadaran gelap, tempat manusia berjalan tapi tanpa arah.


Sobat, rumus ini bukan rumus angka, tapi rumus jiwa.

Setiap kali engkau menatap pohon, berbincang dengan sesama, atau diam dalam doa, sesungguhnya engkau sedang menentukan: spiralmu sedang naik atau turun?

Sruput lagi kopinya, lalu tanyakan pada batinmu sendiri — di mana posisimu di spiral kesadaran hari ini?

Postingan Terkait

Cari Blog Ini