2025/10/18

RUMAH SYURGAKU: Jumat Berkah



Oleh: RUKANAH, Mahasiswa RPL Afirmasi 2025 UNIKAMA, Guru TK MIFTAKHUL ULUM, Mojokerto 


Di balik gerbang hijau TK Muslimat Miftakhul Ulum, setiap hari Jumat bukan sekadar akhir pekan. Hari itu adalah penanda dimulainya tradisi agung bernama "RUMAH SYURGAKU."


Saya, seorang guru yang membersamai tawa riang anak-anak di sana, telah menyaksikan metamorfosis kesadaran sosial pada murid-murid saya. Konsepnya sederhana namun berdampak luar biasa: bersedekah seikhlasnya ke dalam sebuah kotak kayu cantik yang kami juluki "RUMAH SYURGAKU."



 Kami sengaja memilih nama itu bukan hanya untuk menarik perhatian anak-anak, tetapi juga untuk menanamkan benih spiritual bahwa setiap koin yang masuk adalah bekal menuju kebaikan abadi—sebuah pahala yang akan membantu sesama.


Namun lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi sarana nyata dalam menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan sejak usia dini, Dimensi Spiritual dari EKSOS THEORY. Anak-anak belajar bahwa menjadi warga negara yang baik tidak hanya berarti taat aturan, tetapi juga peduli terhadap orang lain, berempati terhadap sesama, dan mau berkontribusi untuk kebaikan bersama.


Menanamkan Nilai Empati dan Gotong Royong

Saat tahun ajaran baru tiba, khususnya bagi murid-murid TK A yang baru pertama kali mengenal bangku sekolah, penjelasan awal selalu menjadi momen krusial. 


Saya akan duduk bersama mereka, mata-mata mungil itu menatap penuh ingin tahu, lalu saya bercerita:

"Nak, setiap Jumat, kita bawa uang seribu atau dua ribu ya. Uang ini bukan untuk jajan, tapi untuk beramal. Kita bantu teman atau saudara kita yang sedang kesusahan. Dengan begitu, Allah akan senang, dan pintu ‘RUMAH SYURGAKU’ akan terbuka lebar untuk kita."


Kalimat sederhana itu sebenarnya adalah pendidikan karakter dan kewarganegaraan dalam bentuk yang paling alami. Anak-anak diajak memahami bahwa mereka hidup berdampingan dengan orang lain dan memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat. 


Nilai gotong royong yang menjadi salah satu pilar Pancasila mulai tertanam secara konkret, bukan sekadar dihafal.


Kebiasaan Baik yang Tumbuh dari Kesadaran Diri

Keberhasilan program ini paling jelas terlihat pada kelompok TK B. Mereka adalah “veteran sedekah.” Kebiasaan ini telah berakar kuat di hati mereka. Bahkan, ini menjadi barometer bagi saya. Sering kali, jika saya sebagai guru terlewat atau lupa meletakkan kotak amal di tempat biasanya, suara riuh pertanyaan akan memenuhi ruangan:

“Bu Guru! Bu Guru! Rumah Syurganya di mana? Sudah hari Jumat!”

Mata mereka akan celingak-celinguk mencari kotak yang seharusnya menampung kebaikan mereka. Antusiasme ini, yang datang murni dari inisiatif mereka, adalah hadiah terindah bagi kami para pengajar.



Kemandirian dalam mengingat kewajiban sosial ini mencerminkan nilai tanggung jawab—salah satu unsur penting dalam pendidikan kewarganegaraan. Anak-anak mulai memahami bahwa mereka tidak hanya bertanggung jawab terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap komunitasnya.


Rasa Kepedulian yang Nyata dan Terukur

Dana yang terkumpul dari “RUMAH SYURGAKU” ini bukan sekadar angka. Ia adalah harapan yang nyata. Kami menggunakannya secara transparan, mulai dari menyalurkan bantuan saat terjadi bencana alam, menengok dan membantu biaya anak TK dari keluarga yang sedang sakit dan dirawat di rumah sakit, hingga meringankan beban keluarga murid yang sedang ditimpa kesulitan.


Setiap penyaluran menjadi momen pembelajaran sosial. Anak-anak diajak menyaksikan langsung atau mendengar kisah penerima bantuan, agar mereka memahami bahwa setiap tindakan kecil membawa perubahan besar. Dari sinilah tumbuh kesadaran berwarga negara yang berkeadilan sosial, sesuai dengan sila kelima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”


Membangun Fondasi Warga Negara yang Berkarakter

Sungguh mengharukan, melihat betapa besarnya kesadaran keberadaan diri bersama orang lain yang tumbuh pada anak-anak ini. Banyak dari mereka yang beramal melebihi batas anjuran seribu atau dua ribu, bahkan membawa uang hasil tabungan kecil mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa dengan tangan mungil mereka, mereka mampu mengulurkan bantuan.


Mereka tidak hanya belajar membaca dan berhitung, tetapi yang terpenting, mereka belajar tentang empati, gotong royong, toleransi, dan cinta terhadap sesama—nilai-nilai utama dalam pendidikan kewarganegaraan.


Program “RUMAH SYURGAKU” bukan hanya tentang uang, melainkan tentang membangun fondasi karakter mulia dan tanggung jawab sosial, bekal tak ternilai untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berjiwa Pancasila.


Dari setiap koin yang mereka masukkan, lahirlah semangat kebersamaan, kepekaan sosial, dan kesadaran bahwa setiap warga, sekecil apa pun, punya peran dalam menciptakan masyarakat yang adil, peduli, dan harmonis—sebuah langkah kecil menuju Rumah Syurga di dunia nyata.

Postingan Terkait

Cari Blog Ini