Pitutur Jawa dan EKSOS THEORY: Sruput Kopi Pahit Kesadaran
Sruput kopi pahit dulu, ....
Rasa getir di lidah itu bukan kutukan, tapi pengingat: bahwa hidup tak selalu manis.
Begitulah pitutur Jawa mengajarkan “Jer Basuki mawa bea” — keberhasilan tidak datang dari doa manis saja, tapi dari perjalanan getir yang diolah dengan sabar dan laku. Dalam EKSOS THEORY, rasa pahit itu adalah biaya sosial yang mesti dibayar agar kesadaran kolektif tumbuh: biaya waktu, tenaga, bahkan luka.
Hidup itu urub, bukan sekadar urip.
Coba rasakan — kopi pahit yang disruput tanpa gula justru menghangatkan lebih lama.
Begitu pula hidup yang dijalani dengan kesadaran, bukan kepura-puraan.
“Hurip sejatine mung urub,” kata para pinisepuh; hidup sejati adalah hidup yang menyala.
Dalam bingkai EKSOS THEORY, inilah bentuk energi sosial yang menular — seseorang yang urub menyalakan lingkungan, menebar makna, memberi hangat tanpa menuntut balasan.
Dan bila engkau mampu nglaras hurip, menyelaraskan hidupmu dengan semesta, maka engkau akan ikut dalam “bunga susahe sing diurubi.”
EKSOS menafsirkan ini sebagai simbiosis sosial yang berkesadaran: manusia tidak hidup sendiri, ia adalah percikan dari api yang lebih besar — komunitas, masyarakat, bahkan semesta. Maka suka dan duka bukan milik pribadi, tapi denyut sosial yang kita rasakan bersama.
Sruput lagi, perlahan…
Di puncak pahitnya penderitaan, pitutur berbisik: Waspodono ing pucuke gerahnomu.
Berhati-hatilah di puncak deritamu, sebab di sanalah ego sering ingin menang.
“Landung pendeke kang ora podo jur rasakno” — rasa sakit setiap orang tak sama panjangnya. Maka jangan membandingkan luka, cukup pahami bahwa setiap pahit mengandung ilmu sosialnya sendiri.
Itulah momen di mana EKSOS bekerja: kesadaran batin bertemu realitas sosial, menghasilkan kebijaksanaan.
Gusti wis dawuh.
Di sini kita berhenti sejenak — seperti menyeruput sisa kopi yang mulai dingin.
Pasrah bukan kalah, tapi sadar: bahwa Gusti sudah menulis setiap langkah, dan tugas kita hanya nglakoni kanthi tatas lan titis.
Teguhlah dalam pambudi, dalam niat yang bersih, dan lakumu yang nyata.
Sebab rahayu (keselamatan) bukan milik yang pandai bicara, tapi milik yang tenang dalam laku.
Hidup, kalau mau jujur, seperti kopi pahit itu juga.
Getir di awal, tapi menenangkan di ujung.
Dan seperti kata EKSOS THEORY, setiap tegukan adalah bentuk interaksi — antara diri, sosial, dan semesta. Maka sruputlah hidup ini dengan kesadaran. Jangan buru-buru menambah gula; pahitnya justru bagian dari pembelajaran sosial yang menguatkan rasa kemanusiaanmu.

