PEDOMAN PENULISAN GAYA EKSOS THEORY
(Struktur Dosenblankon: Gagasan – Alasan – Rumusan – Uraian – Dampak – Ajakan)
1. GAGASAN — Titik Nyala dari Getir dan Gelisah
Hakikatnya:
Bagian ini lahir dari rasa penasaran, keresahan, atau luka sosial yang menuntut disuarakan.
Gagasan bukan ide besar yang megah, tapi percikan kecil yang membakar kesadaran.
Narasi khas EKSOS:
Tulislah gagasan seperti menyulut api kecil di tengah hujan — pelan, tapi tegas.
Mulailah dari realitas sederhana: suara tukang becak yang hilang, perempuan yang bertahan di pasar, guru di pedalaman yang mengajar dengan senyum lelah.
Dari situ, munculkan pertanyaan eksistensial: mengapa manusia tetap bertahan di tengah tekanan sosial yang keras?
“Dari pahit kopi pagi itu, aku sadar: tidak semua yang getir harus dihindari. Ada pelajaran di sana — tentang manusia yang tak mau berhenti berjuang.”
Tujuannya: menegaskan apa yang ingin disadari, bukan sekadar apa yang ingin dijelaskan.
2. ALASAN — Mengapa Tulisan Ini Harus Ada
Hakikatnya:
Alasan adalah suara batin yang menjawab “mengapa tulisan ini penting diucapkan.”
Ia muncul dari kesadaran sosial dan kejujuran eksistensial.
Narasi khas EKSOS:
Tulis bagian ini seperti pengakuan — bukan pembenaran.
Ungkapkan bahwa dunia sosial tak pernah netral: ada yang terpinggirkan, ada yang diam-diam menanggung luka, ada sistem yang menekan tapi juga memelihara harapan.
Menulis menjadi tindakan etis: menyuarakan yang sunyi, menampakkan yang tersembunyi.
“Aku menulis bukan karena aku tahu, tapi karena aku tak lagi sanggup diam melihat manusia kehilangan dirinya sendiri di tengah hiruk-pikuk sosial.”
Tujuannya: menyadarkan bahwa menulis adalah keberpihakan.
3. RUMUSAN — Menyusun Jalan Pikiran dan Rasa
Hakikatnya:
Rumusan dalam EKSOS THEORY bukan sekadar perumusan konsep, tetapi penataan kesadaran.
Ia menjawab: apa inti pandangan yang hendak dihidupkan melalui tulisan ini?
Narasi khas EKSOS:
Tulislah rumusan seperti menyeduh kopi: sabar, penuh rasa, tanpa tergesa.
Susun gagasan utama dalam tiga lapisan yang berpaut:
1. Eksistensial: bagaimana manusia hadir dan bertahan.
2. Sosial: bagaimana sistem dan relasi membentuk pengalaman itu.
3. Dialogis: bagaimana keduanya saling memengaruhi dalam ruang kesadaran.
"Tulisan ini hendak menelusuri bagaimana manusia tak hanya hidup di dunia sosial, tapi juga berjuang mempertahankan kemanusiaannya di dalamnya.”
Tujuannya: menegaskan benang merah kesadaran yang menghubungkan rasa, teori, dan realitas.
4. URAIAN — Mengalir di Antara Data dan Doa
Hakikatnya:
Inilah bagian tubuh tulisan — tempat gagasan menari dengan realitas.
Uraian bukan kumpulan argumen dingin, melainkan arus kesadaran yang mengalir dari pengalaman, teori, dan tafsir sosial.
Narasi khas EKSOS:
Tulislah seperti percakapan antara hati dan akal.
Gunakan metafora, anekdot, bahkan aroma harian kehidupan.
Jangan takut berhenti sejenak — beri ruang bagi jeda dan keheningan.
Karena dalam jeda, pembaca sempat merasakan apa yang penulis rasakan.
“Seperti air kopi yang menetes dari saringan, makna sosial itu perlahan menetes dari percakapan kecil di warung, dari tawa yang menutupi letih.”
Tujuannya: menghadirkan realitas yang hidup, yang bisa disentuh dan dirasakan, bukan sekadar dibaca.
5. DAMPAK — Ketika Tulisan Menyentuh Kesadaran
Hakikatnya:
Dampak bukan perubahan besar yang heroik,
tetapi pergeseran lembut di dalam diri pembaca dan penulis.
Tulisan EKSOS bukan untuk mengubah dunia secara instan,
melainkan untuk menyalakan kesadaran bahwa dunia bisa dibaca dengan cara yang lebih manusiawi.
Narasi khas EKSOS:
Tulislah bagian ini seperti embun di ujung daun — tenang, tapi membekas.
Refleksikan apa yang berubah setelah menulis atau membaca: cara memandang manusia, cara memahami penderitaan, cara menghargai hidup yang sederhana.
> “Setelah menulis ini, aku tak lagi melihat mereka sebagai objek kajian. Mereka adalah aku dalam bentuk lain.”
Tujuannya: membangkitkan kesadaran reflektif, bukan sekadar pemahaman rasional.
6. AJAKAN — Menulis sebagai Tindakan Bersama
Hakikatnya:
Ajakan adalah denyut terakhir tulisan — bukan perintah, tapi sapaan lembut yang membuka ruang bersama.
Bukan menggurui, tapi menggandeng.
Narasi khas EKSOS:
Tulis bagian ini dengan nada empatik dan terbuka.
Ajak pembaca untuk melanjutkan percakapan, bukan menutupnya.
Ajakan bukan “lakukan ini,” tetapi “mari kita renungi ini bersama.”
“Sruput lagi kopi pahitmu, kawan.Biarkan getirnya mengajarkan keteguhan, biarkan tulisan menjadi jalan kecil menuju kesadaran yang lebih jujur.”
Tujuannya: mengembalikan tulisan ke fungsi sosialnya — menyadarkan, menyembuhkan, dan menyatukan.
EPILOG — Sruput Terakhir
Menulis dalam struktur ini ibarat meneguk kehidupan seteguk demi seteguk.
Dari gagasan hingga ajakan, setiap bagian adalah proses menghidupi teori, bukan sekadar mengutipnya.
Tulisan menjadi ruang di mana manusia, sosial, dan kesadaran bertemu dalam harmoni getir yang jujur.
“Karena di setiap pahit kopi yang kita teguk bersama, tersimpan kehangatan manusia yang tak mau menyerah.”