2025/10/16

MENULIS DALAM PERSPEKTIF EKSOS THEORY



Versi Dosenblankon — Gagasan, Alasan, Rumusan, Uraian, Dampak, Ajakan


GAGASAN — Menulis sebagai Tindakan Eksistensial

Sruput kopi pahit pertama.

Menulis, dalam bingkai EKSOS THEORY, bukan sekadar kegiatan akademik. Ia adalah tindakan eksistensial — upaya menegaskan keberadaan diri di tengah pusaran sosial yang kerap tak berpihak.

Tulisan menjadi jejak kesadaran bahwa manusia bukan hanya objek penelitian, melainkan subjek yang merasa, berpikir, dan berjuang.


Menulis bukan soal merangkai kalimat, tapi soal menafsir dunia — dunia yang getir, yang absurd, yang kadang hanya bisa dipahami melalui pahitnya pengalaman.


ALASAN — Karena Dunia Sosial Tak Pernah Netral

Kopi pahit tak pernah menipu rasa; begitu pula realitas sosial.

Dunia sosial adalah ruang yang penuh kepentingan, bias, luka, dan harapan. Maka, menulis dengan EKSOS THEORY menjadi cara jujur membaca kehidupan dari sisi manusia yang terlibat di dalamnya.


Tulisan model ini menolak sterilitas akademik. Ia berpihak pada yang kecil, yang terluka, yang terpinggirkan, karena di sanalah denyut kemanusiaan paling murni bersembunyi.

Sruput lagi, dan biarkan getirnya meneguhkan: kita menulis karena peduli.



RUMUSAN — Tiga Teguk Kesadaran

Dosenblankon merumuskan menulis dalam EKSOS THEORY melalui tiga teguk kesadaran:

1. Mengindra – menangkap realitas sosial dengan kepekaan rasa.

2. Menyeduh – mengendapkan pengalaman dan data menjadi refleksi sosial.

3. Meneguk – menuliskannya sebagai kesadaran eksistensial, bukan sekadar laporan ilmiah.


Di antara tiga teguk itu, ada jeda.

Dan dalam setiap jeda, kesadaran sosial tumbuh seperti aroma kopi yang semakin kuat di akhir seduhan.



URAIAN — Struktur yang Mengalir dan Berjeda

Tulisan gaya EKSOS THEORY tidak kaku dalam format, tapi punya irama batin.

Ia mengikuti alur kehidupan: mengalir, berhenti, lalu melanjutkan.

Setiap bagian mengandung permenungan:

Pembuka reflektif: kisah, metafora, atau keresahan sosial.

Inti analisis: dialog antara teori dan realitas.

Refleksi eksistensial: menyentuh makna hidup di balik fenomena.

Penutup kontemplatif: ajakan untuk sadar, bukan sekadar tahu.

Kata-kata tidak dipaksa; ia tumbuh seperti embun di pagi yang pelan.

Kita menulis dengan kepala, tapi juga dengan dada — bahkan kadang, dengan luka yang belum sembuh.



DAMPAK — Tulisan yang Menghidupkan Kesadaran

Tulisan yang lahir dari EKSOS THEORY tidak berhenti di ruang baca.

Ia menghidupkan kesadaran — baik bagi penulis maupun pembaca.

Membaca tulisan ini seperti menatap cermin: kita melihat dunia, tapi juga melihat diri sendiri yang terselip di dalamnya.

Dampaknya bukan perubahan besar, tapi pergeseran halus dalam cara memandang manusia.

Dari “objek penelitian” menjadi “sesama yang berjuang.”

Dari “data” menjadi “denyar kehidupan.”

Itulah kekuatan eksos — eksistensi dalam sosial, sosial dalam eksistensi.



AJAKAN — Menulis dengan Rasa, Menulis dengan Luka

Sruput terakhir kopi pahit.

Rasanya masih tertinggal di lidah — seperti makna yang belum usai.

Menulislah dengan rasa, bukan hanya logika.

Menulislah dengan luka yang jujur, bukan dengan teori yang beku.

Biarkan tulisanmu menjadi ruang ziarah, tempat manusia dan sosial saling bercermin.

Karena di setiap kata yang lahir dari kesadaran, ada kemungkinan baru bagi kemanusiaan.”





---


🌕 EPILOG — Sruput dan Renung


Tulisan EKSOS bukan untuk menaklukkan, tapi untuk menyadarkan.

Ia seperti kopi pahit: jujur, sederhana, tapi meninggalkan bekas yang lama.

Dosenblankon menulis bukan untuk tampil di panggung akademik,

melainkan untuk menyapa kehidupan dan mengajak pembaca ikut meneguk rasa yang sama.


> Sebab teori tanpa rasa hanyalah debu di cangkir kosong.

Dan rasa tanpa kesadaran hanyalah pahit yang tak menumbuhkan.


Postingan Terkait

Cari Blog Ini