Filosofi Desain: “Rupa Adalah Rasa yang Membeku”
Dosen Blankon tidak dirancang untuk terlihat keren,
tapi untuk mengingatkan kesadaran yang tenang di balik kebisingan intelektual.
“Visual Dosen Blankon bukan untuk memikat mata, tapi untuk menenangkan batin.”
Prinsip desainnya:
Sederhana tapi berlapis makna.
Lembut tapi punya daya renung.
Mistik tapi rasional.
Inilah arsitektur naratif visual — bentuk yang tidak hanya mewakili ide, tapi juga mengajak berpikir dalam diam.
Arsitektur Naratif: Spiral Kesadaran
Narasi visual Dosen Blankon dapat dibangun dalam struktur spiral tiga lapis:
1. Lapisan Dalam – Diri Reflektif (Introspektif)
Representasi: lingkar dalam berwarna hitam pekat.
Makna: ruang sunyi batin tempat kesadaran lahir.
Unsur simbolik: garis tipis melingkar — tanda bahwa berpikir adalah proses tanpa ujung.
2. Lapisan Tengah – Relasi Sosial (Srawung)
Representasi: bentuk melingkar terbuka seperti anyaman.
Makna: ruang pertemuan ide dan rasa antar manusia.
Warna: coklat tua (tanah) dan emas lembut (kehangatan).
3. Lapisan Luar – Kesadaran Semesta (Ekologis)
Representasi: pola menyerupai kabut atau asap kopi yang membentuk spiral keluar.
Makna: pengetahuan yang menyatu dengan semesta, bukan menguasainya.
Elemen tambahan: motif kawung atau batik geometrik sebagai simbol keseimbangan kosmos Jawa.
Logo: “Asap yang Membentuk Spiral Blankon”
Desain logonya bisa dibayangkan begini:
Bentuk dasar: spiral lembut yang menyerupai lipatan blankon.
Garis tengah: seperti jalur asap kopi yang naik perlahan, tidak lurus tapi hidup.
Titik pusat: kecil, hitam, sunyi — lambang kesadaran diri.
Teks pendamping: “Dosen Blankon” dengan tipografi naskah aksara latin klasik, huruf agak bundar dan berjarak, menunjukkan keseimbangan antara tradisi dan modernitas.
Slogan:
“Berpikir itu disruput, bukan ditelan.”
Tipografi dan Warna
Tipografi:
Font utama: bergaya serif lembut seperti Garamond, dengan kesan klasik dan reflektif.
Font pendamping: sans-serif tipis (misalnya Lato Light) untuk keseimbangan modernitas.
Huruf miring (italic) hanya digunakan untuk kutipan reflektif — bukan penekanan, tapi gestur hening.
Palet Warna Spiritualitas Jawa:
1. Hitam pekat: kedalaman batin.
2. Coklat kopi: kebijaksanaan bumi.
3. Kuning emas lembut: cahaya pengetahuan.
4. Abu-abu asap: misteri dan sunyi.
5. Putih gading: ruang hening dan kesadaran.
Setiap warna memiliki “suhu rasa,” bukan sekadar nilai visual.
Ruang dan Arsitektur Fisik
Jika Dosen Blankon diwujudkan dalam ruang nyata (misal: rumah ide, studio reflektif, atau Blankon House), arsitekturnya akan mengikuti prinsip “sunyi yang hidup”:
Pintu masuk sempit, ruang dalam luas. → simbol perjalanan dari ego menuju kelapangan hati.
Dinding bata ekspos tanpa cat. → kejujuran bentuk, tanpa polesan pretensi.
Sudut kopi. → meja kayu sederhana dengan satu cangkir pahit, sebagai altar refleksi.
Langit-langit tinggi dan cahaya alami. → simbol keterhubungan antara bumi dan kesadaran semesta.
Tak ada podium, hanya lingkar duduk. → srawung adalah struktur utama ruang.
Ruang ini bukan kantor, tapi ruang sunyi yang hidup — tempat berpikir, menulis, dan berdialog dengan jernih.
Gaya Komunikasi dan Narasi Visual
Gaya berbicara Dosen Blankon:
Naratif, reflektif, kadang puitis, selalu rendah hati.
Menggunakan metafora alam dan budaya Jawa.
Tidak langsung memberi jawaban, tapi mengundang renungan.
Contoh narasi kampanye visual:
“Kami tidak menjual teori. Kami menanam kesadaran.”
“Srawung adalah cara kami berpikir. Kopi pahit adalah cara kami jujur.”
“Blankon kami bukan mahkota. Ia adalah wadah untuk menahan kebisingan kepala.”
Penutup: Rupa yang Menyala dari Dalam
Blueprint visual dan naratif Dosen Blankon bukan sekadar estetika,
tetapi cara menyalakan kesadaran melalui bentuk.
Setiap garis, warna, dan ruang menjadi doa; setiap kata menjadi pantulan batin.
“Dosen Blankon adalah estetika kesadaran —
ketika berpikir menjadi indah, dan keindahan menjadi jalan pulang.”
