EKSOS THEORY dan Membatik Sejak Dini
Oleh : Siti Fatimah, Mahasiswa RPL AFIRMASI, UNIKAMA, Guru Tk Miftahul ulum. Mojoanyar. Mojokerto
Guru menjadi fasilitator, orang tua menjadi mitra, dan budaya menjadi konteks yang memperkuat nilai kebangsaan. Proses ini menunjukkan bahwa pendidikan yang hidup adalah pendidikan yang eksperiensial, sosial, dan simbolik — di mana anak belajar melalui pengalaman, relasi, dan makna simbol budaya.
Suasana penuh warna dan kehangatan tampak di halaman TK Miftahul Ulum Mojoanyar, Mojokerto. Anak-anak bersama orang tua dan guru berbaur dalam kegiatan membatik bersama, sebuah inisiatif sekolah untuk melestarikan warisan budaya bangsa. Dengan antusias, anak-anak mengenakan sarung tangan plastik, menorehkan malam, dan mengoleskan warna pada kain putih yang kelak menjadi batik hasil karya mereka sendiri.
Kegiatan ini bukan sekadar belajar membatik, tetapi juga pendidikan kewarganegaraan (PKn) dalam makna praksis, yakni membangun rasa cinta tanah air dan menghargai karya bangsa sendiri. Melalui pengalaman langsung, anak-anak belajar bahwa menjadi warga negara yang baik berarti turut menjaga budaya, bekerja sama, dan menghormati identitas bangsanya. Di sinilah nilai-nilai civic engagement tumbuh sejak dini — bukan lewat hafalan, melainkan lewat tindakan bersama yang penuh makna.
Dalam perspektif EKSOS THEORY, kegiatan membatik ini memperlihatkan relasi sinergis antara ekosistem keluarga, sekolah, dan budaya. Anak tidak belajar secara terpisah, melainkan melalui interaksi dinamis dengan lingkungan sosialnya. Guru menjadi fasilitator, orang tua menjadi mitra, dan budaya menjadi konteks yang memperkuat nilai kebangsaan. Proses ini menunjukkan bahwa pendidikan yang hidup adalah pendidikan yang eksperiensial, sosial, dan simbolik — di mana anak belajar melalui pengalaman, relasi, dan makna simbol budaya.
Sementara dari pandangan Bronfenbrenner, kegiatan ini adalah wujud nyata mikrosistem yang saling berinteraksi: keluarga dan sekolah bekerja sama menciptakan ruang tumbuh yang mendukung perkembangan moral dan sosial anak. Dalam lingkaran kecil ini, terbentuk kesadaran besar — bahwa mencintai batik berarti mencintai Indonesia.
Melalui sehelai kain batik kecil, anak-anak TK Miftahul Ulum sedang menulis kisah besar tentang cinta, kebersamaan, dan kebanggaan sebagai warga bangsa.


