2025/10/20

EKSOS Theology of Watchfulness: Membaca Lukas 12:35–38 dalam Perspektif Eksistensi dan Sosialitas


Pendahuluan

Teks Lukas 12:35–38 mengandung perintah sederhana namun padat makna: “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.”

Perintah ini melampaui konteks ritual; ia menyingkap struktur kesadaran manusia di hadapan waktu, tanggung jawab, dan relasi sosial.

Dalam kerangka EKSOS THEORY, perintah Yesus itu dibaca sebagai panggilan untuk menjaga eksistensi diri agar tetap sadar, dan sekaligus menjaga ruang sosial agar tetap bercahaya oleh kasih.


Bronfenbrenner menegaskan bahwa manusia hidup dalam lapisan sistem ekologis yang saling memengaruhi: dari keluarga hingga masyarakat global.

Freire menambahkan bahwa kesadaran sejati lahir saat manusia membangun refleksi dan aksi dalam konteks sosial yang menindas.

Sedangkan Durkheim memandang bahwa agama adalah mekanisme sosial yang menjaga kohesi kolektif.

Maka, dalam terang ketiganya, Lukas 12:35–38 bukan sekadar teks spiritual, melainkan peta dinamika eksistensial-sosial manusia — sebuah undangan untuk berjaga dalam arti yang paling penuh.


1. Dimensi Eksistensial: Berjaga sebagai Kesadaran Diri

Dalam perspektif EKSOS, berjaga adalah bentuk eksistensi reflektif.

Manusia bukan hanya “ada”, tetapi “menyadari keberadaannya di tengah arus waktu dan struktur.”

Yesus mengajak murid untuk mengikat pinggang — tanda kesiapan eksistensial.

Ia menolak manusia yang hidup setengah sadar, terjebak dalam otomatisme sosial.


Bronfenbrenner menjelaskan bahwa manusia tidak pernah eksis secara terisolasi; setiap tindakan adalah respons terhadap sistem ekologis yang melingkupinya (Bronfenbrenner, The Ecology of Human Development, 1979).

Maka, kesadaran berjaga berarti menjaga integritas diri dalam relasi yang kompleks — agar tidak kehilangan keutuhan personal dalam tekanan sosial.

EKSOS melihatnya sebagai “eksistensi yang berakar di tengah sistem”: sadar akan diri, namun tidak tercerabut dari konteks sosialnya.


2. Dimensi Sosial: Pelita Iman sebagai Tindakan Kolektif


Pelita yang menyala bukan simbol individualistik.

Ia adalah cahaya sosial yang memberi arah bagi komunitas.

Durkheim (1912) menegaskan bahwa fungsi agama adalah memperkuat solidaritas kolektif; ritual dan iman menjaga “kesadaran bersama” (collective consciousness).

Yesus, dalam konteks ini, menyalakan kembali kesadaran kolektif: bahwa setiap murid bertanggung jawab atas terang komunitasnya.


Freire memperdalam makna ini melalui konsep conscientização — kesadaran kritis yang lahir dari refleksi dan aksi bersama.

Berjaga, dalam EKSOS, adalah bentuk praksis iman yang sadar sosial: melawan apatisme, menolak kelalaian, dan menghidupkan solidaritas.

Pelita iman menjadi tindakan sosial yang menolak ketidakadilan, seperti minyak yang terus dituang agar terang kasih tak padam di tengah struktur yang gelap.


3. Dimensi Transformatif: Iman sebagai Gerak Pembebasan Sosial

Ketika Tuhan datang dan mendapati hamba-hambanya berjaga, Ia berbalik dan melayani mereka.

Di sini, Yesus membalik logika sosial — dari hierarki menuju relasi timbal balik.

Dalam EKSOS Theology, ini disebut momen transendensi sosial: ketika struktur dilampaui oleh cinta yang melayani.


Freire menyebut tindakan ini sebagai praxis — tindakan reflektif yang membebaskan.

Sementara Durkheim akan melihatnya sebagai pemulihan solidaritas moral.

EKSOS memadukan keduanya: iman yang berjaga bukanlah iman diam, tetapi iman yang bekerja dalam kesadaran sosial.

Yesus menjadi figur eksistensial tertinggi — yang sadar penuh akan diri-Nya, namun total memberi diri dalam sosialitas kasih.

Ia adalah hamba yang menjadi Tuan, dan Tuan yang menjadi hamba — simbol puncak kesadaran eksistensial dan sosial yang berpadu dalam cinta.


Kesimpulan

Berjaga dalam Lukas 12:35–38, jika dibaca melalui EKSOS THEORY, mengantar kita pada pemahaman baru:

iman bukan sekadar penantian spiritual, tetapi perjuangan eksistensial di tengah jaringan sosial yang kompleks.

Manusia dipanggil untuk tetap menyala — tidak hanya di ruang batin, tetapi juga di ruang sosial: di tempat kerja, keluarga, sekolah, dan masyarakat.


Bronfenbrenner mengingatkan kita untuk menyadari konteks ekologis iman;

Freire menuntun agar iman itu kritis dan praksis;

Durkheim mengajak agar iman itu membangun solidaritas.

Dan EKSOS THEORY menyatukan semuanya dalam satu pesan sederhana:


Hiduplah sadar dalam dirimu, hadirlah penuh dalam sosialmu, dan biarkan Tuhan menemukan pelitamu masih menyala di tengah struktur yang dingin.


Itulah hakikat berjaga — bukan hanya menunggu kedatangan Kristus, tetapi menghadirkan-Nya di dalam struktur sosial melalui kesadaran eksistensial yang hidup.


Postingan Terkait

Cari Blog Ini