2025/05/23

Pemanfaatan Lagu Dolanan bagi Siswa SMP

Deep learning memiliki bagian konsep yang bagus apabila penerapan pembelajaran di kelas bisa menyenangkan, bermakna, dan memiliki kedalaman kemampuan berpikir pada siswa. Tampaknya, konsep ini mudah dan menantang bagi banyak guru dalam berinovasi di kelas. Salah satu cara menarik, guru bisa mengembangkan media dan mengembangkan pembelajaran yang menuntut keterampilan multimodal.


Oleh Gatot Sarmidi

Seorang guru Bahasa Daerah, dalam hal ini guru Sekolah Menengah Pertama yang mengajarkan Bahasa Jawa di kelas. Ia ditantang untuk berinovasi menciptakan suasana pembelajaran dari kondisi kurang diminati siswa menjadi menarik sehingga siswa sisinya bisa belajar dengan motivasi yang tinggi. 


Meskipun, Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama tetapi karena Bahasa Jawa memiliki karakter yang kompleks dan gurunya hanya menganggap sebagai mata pelajaran muatan lokal dalam kurikulum di sekolah, mata pelajaran ini kurang menarik. Apalagi, bahasa Jawa memiliki tingkat tutur yang beragam, di tambah lagi harus mengajarkan aksara Jawa, pelajaran tidak mudah diajarkan.


Bermula dari obrolan sederhana tentang Kampus Berdampak. Lalu, obrolan itu dicoba diimplementasikan di sekolah yang ada di lereng gunung Semeru dan lereng gunung Kawi, pada sekolah desa yang jarang dijadikan praktik pembelajaran bagi mahasiswa. Pasti berdampak. Memang iya, lokasi belajar di mana pun apabila digarap serius ya memiliki dampak. Guru yang bertugas di sana tinggal meneruskan dan mendapatkan imbas dari inovasi yang digulirkan. Istilah inovasi teknologi lazimya disebut hilirisasi.


Medianya sederhana, lagu dolanan. Pembelajarannya dilakukan secara integratif. Fokusnya membaca dan menulis atau berliterasi dengan menggunakan aksara Jawa. Biasanya, pembelajaran aksara Jawa belum diterapkan secara integratif apalagi menjadi pembelajaran mendalam. Pembelajaran di level 7 pada Kurikulum Merdeka masih diajarkan secara diskrit. Akibatnya, siswa kurang termotivasi. Belum lagi, pendekatan, metode, dan teknik membelajarkannya masih seperti itu, sejak dahulu sampai sekarang begitu-begitu saja.


Ambillah contoh, siswa belajar membaca kalimat-kalimat dan dilanjutkan menulis kalimat yang disediakan dalam lembar kerja siswa dengan tema berternak ayam. Misalnya, siswa membaca 5 kalimat dan menulis 5 kalimat. Bisa diintegrasikan dengan teks pendek (3-5 paragraf) topiknya berternak ayam yang ditulis dengan aksara Jawa.


Pengalaman belajar seperti itu kurang menyenangkan tetapi mendalam. Secara kontekstual bisa dikembangkan dengan menggunakan peta konsep untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitik, hingga lebih tinggi kemampuan berpikir kritis, dan berpikir kreatif sebagaimana berpikir tingkat tinggi. Kehalusan budi terbentuk serta karakter baik terbentuk ketika dibudayakan berkomunikasi dengan baik dengan menerapkan undha usuk basa yang tepat.


Belajar berbasis pengalaman dan mendasarkan interaksi multiarah akan menumbuhkan percepatan kemampuan menguasai pembelajaran. Guru sendiri diharuskan melatih diri agar mampu menyajikan pembelajaran secara multimodal. Menyanyi, menari, dan kemampuan akting diperlukan agar pembelajaran menjadi hidup dan menarik. Tentunya sebagai muatan lokal, pembelajaran yang diterapkan dekat dengan lingkungan budaya lokal.


Salah satu cara memberikan motivasi belajar, integrasikan teks lagu dolanan yang dipilih dengan menyesuaikan tema pembelajaran. Misalnya, karena tema yang dipilih Gemar Berternak, guru bisa menyiapkan lagu dolanan Pitik Tikung, Jago Kluruk, Menthok-menthok, dan Pitik Walik Jambul. Tak hanya itu pembelajaran bisa diselingi jarwo dhosok, wangsalan, dan pethekan. Tentu saja berbasis lingkungan hidup atau ekologi tematik. 


Sungguh menarik kemasan pembelajaran yang diterapkan secara kontekstual dan menyenangkan. Pada dasarnya, siswa akan menginstruksikan pengalaman belajar yang dilandasi oleh kesadaran belajar yang tumbuh dengan memperhatikan tingkat perkembangan sosial emosional mereka. Termasuk, dalam penerapan pembelajaran yang responsif terhadap budaya. Harapannya, kelak siswa tersebut menjadi manusia yang berkepribadian unggul sesuai dengan jati diri, identitas, dan eksistensinya.


Penulis: Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas PGRI Kanjuruhan Malang 

Postingan Terkait