Cerita 24: "Keberanian di Panggung Bantengan'
Dika selalu merasa cemas ketika berhadapan dengan banyak orang. Sejak kecil, ia lebih suka berada di balik layar, menjadi pengamat, daripada tampil di depan. Hal ini sering membuatnya merasa kecil di antara teman-temannya. Ketika sekolah mengadakan acara budaya di alun-alun desa, Dika tahu ia harus menghadapi ketakutannya—terutama karena salah satu pertunjukan yang dijadwalkan adalah Bantengan.
“Dika, kenapa kamu nggak ikut jadi pemain Bantengan saja?” tanya Budi, teman sekelasnya. Dika hanya tertawa canggung dan menjawab, “Ah, nggak deh, aku takut.” Budi mendesaknya lebih jauh, “Ayo, ini kesempatan bagus! Bisa bikin kamu lebih berani, lho.” Tapi di dalam hati Dika, ketakutan itu tetap menguasai. Ia merasa bahwa dirinya tidak cukup kuat untuk menghadapi tantangan besar itu.
Hari pertunjukan tiba, dan Dika datang bersama teman-temannya. Suara gamelan yang keras dan dentuman kendang membuat Dika merasa sedikit cemas. Namun, saat ia melihat para pemain Bantengan mengenakan topeng besar dan mulai bergerak dengan penuh semangat, ia merasa ada sesuatu yang menarik hatinya. Ia melihat para pemain berlari, melompat, dan menari seolah-olah mereka benar-benar menjadi banteng.
Dika merasa terinspirasi. Ia melihat bagaimana para pemain itu melepaskan ketakutannya dan memberikan segalanya untuk pertunjukan. Tanpa sadar, Dika mulai bertepuk tangan mengikuti irama gamelan. Ketika pertunjukan selesai, Dika merasa sesuatu berubah dalam dirinya. Ia menyadari bahwa keberanian itu bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah, tetapi sesuatu yang harus dicapai dengan melawan rasa takut.
Dika pulang malam itu dengan perasaan berbeda. Ia mulai berpikir bahwa mungkin, suatu hari nanti, ia juga bisa mengatasi ketakutannya dan mungkin tampil di panggung Bantengan suatu hari nanti.
Pesan Moral:
Keberanian bukanlah tentang tidak merasa takut, tetapi tentang berani menghadapi ketakutan dan menghadapinya dengan kepala tegak. Setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh.