2025/05/04

Cerita 12: "Menghadapi Ketakutan dalam Bantengan"

 Agus, seorang mahasiswa yang baru pulang ke kampung halaman untuk liburan, mendengar bahwa ada pertunjukan Bantengan malam itu. Sejak kecil, ia selalu merasa takut dengan kesenian ini. Suara keras, penari yang tampak kesurupan, dan penampilan banteng yang terlihat menyeramkan, selalu membuatnya menghindari pertunjukan tersebut. Tapi kali ini, teman-temannya mengajak untuk menonton bersama.

"Yuk, Agus, jangan takut! Cobalah sekali ini saja," ajak Dedi, temannya yang lebih berani. Agus merasa cemas, tapi untuk tidak terlihat pengecut, ia akhirnya setuju. Mereka berangkat bersama ke lapangan tempat pertunjukan.


Saat tiba di sana, suasana sudah ramai. Gamelan berdentum keras, dan lampu sorot menyinari para pemain yang sudah siap. Agus merasa dada terasa sesak, matanya tertuju pada pemain yang mulai bergerak cepat seperti banteng, menyerang dan melompat ke arah penonton. Ketakutannya mulai muncul kembali. Namun, Dedi yang berdiri di sampingnya berkata, "Ingat, mereka hanya memerankan tradisi. Tidak ada yang perlu ditakuti."


Ketika pemain banteng mendekat, Agus merasa jantungnya berdegup kencang. Namun, entah mengapa, ia tidak bergerak. Matanya tertuju pada pemain itu, yang seolah mengamati Agus. Ada kedalaman dalam tatapan itu, yang membuatnya merasa dihargai. Agus mulai merasa aneh, seolah ketakutannya mulai luntur. Ia akhirnya tersenyum, sedikit merasa bangga pada dirinya sendiri.


Setelah pertunjukan selesai, Agus merasa lega. Ternyata, ketakutannya adalah hal yang hanya ada dalam pikirannya sendiri. "Tidak selamanya yang kita takuti itu benar-benar menakutkan," pikirnya, sambil menatap ke arah panggung yang kini telah kosong.



Pesan Moral:

Sering kali, ketakutan terbesar kita hanya ada dalam bayangan. Keberanian muncul ketika kita berani menghadapi dan memahami hal yang kita takuti.

Postingan Terkait