2025/05/03

Cerita 11: "Momen Terhenti dalam Lensa"

 Dedi, seorang fotografer profesional, tak pernah melewatkan kesempatan untuk memotret pertunjukan tradisional yang langka. Malam itu, ia berada di tengah kerumunan penonton yang menyaksikan pertunjukan Bantengan di desa terpencil. Dengan kamera DSLR-nya, Dedi siap mengabadikan momen-momen terbaik dari kesenian yang penuh energi dan mistis ini.

Namun, saat lampu mulai meredup dan gamelan mengalun, Dedi merasa ada sesuatu yang aneh. Pemain banteng pertama muncul dengan gerakan yang lincah dan menggetarkan tanah, sementara suara terompet menggema. Dedi menatap melalui viewfinder kameranya, siap menangkap setiap momen, tetapi anehnya, setiap kali ia memotret, gambar yang muncul di layar kamera tampak kabur dan gelap.


Bahkan lebih mengejutkan lagi, saat ia beralih untuk memotret salah satu pemain yang sedang "kesurupan," kamera Dedi tiba-tiba mati. Ia mencoba menyalakannya kembali, tapi lampu indikator tidak menyala. Panik, Dedi memeriksa kamera, namun tidak ada masalah teknis apapun.


Sambil berusaha menghidupkan kembali kameranya, ia melihat pemain banteng yang sedang kerasukan berdiri tepat di depannya, matanya kosong dan tubuhnya gemetar. Dedi merasa bulu kuduknya merinding. Seketika itu juga, ia mendengar suara lirih di telinganya, "Jangan ganggu," suara itu datang dari pemain yang tampak lebih seperti roh yang terjebak dalam tubuh manusia.


Dalam ketegangan itu, Dedi memutuskan untuk mundur sedikit dan duduk di belakang penonton. Kamera yang tiba-tiba kembali menyala di tangannya, menangkap gambar pertama yang sempurna. Ia tersenyum lega. Namun, ia tahu, ada pengalaman tak terjelaskan yang tertangkap malam itu, jauh lebih dalam daripada gambar di lensa kameranya.



Pesan Moral:

Terkadang, kita tak bisa selalu menangkap semua yang kita lihat. Beberapa momen hanya bisa dirasakan dan diingat, tak perlu selalu difoto untuk menjadi bagian dari jiwa kita.

Postingan Terkait