ALIH WAHANA PUISI, MENGGALI KEARIFAN LOKAL
Gatot Sarmidi
Dbinstitute.id - Puisi berawal dari ekspresi penyair. Tapi,
tidak semuanya tanpa sentuhan teks lain yang menjadikan puisi menarik dan
mempunyai jejak karena masih menyimpan kesadaran kolektif baik tersimpan dalam
memori penyair maupun pembacanya.
Beberapa teks sastra rakyat yang sifatnya
lisan atau lebih dikenal sebagai sastra lisan menarik dijadikan teks baru. Alih
wahana prosa rakyat menjadi puisi baru merupakan genre yang diminati.
Kenyataannya sastra rakyat akan punah dan takdiminati tatkala tidak ada usaha
vitalusasi dan pemertahanan budaya. Salah satu cara yang baik adalah alih
wahana.
Alih wahana (transformasi) bisa bermacam-macam
bentuknya. Alih wahana karena perubahan modal atau perubahan genre. Misalnya,
perubahan prosa rakyat ke tari atau perubahan prosa rakyat ke puisi.
Cerita Panji seperti cerita Andhe-andhe Lumut dari Jawa Timur
merupakan contoh cerita rakyat dalam bentuk prosa. Di Malang dikenal
pertunjukan wayang topeng. Kemudian, dalam pertunjukan itu mengambil lakon Dewi Rara Tangis sebuah cerita berasal
dari cerita Panji, yang biasa menampilkan tokoh cerita Dewi Sekartaji dan Galuh
Candrakirana. Wayang Topeng sebagai seni multimodal merupakan seni pertunjukan
yang menampilkan moda tari, musik, drama/ sandiwara, dan sastra. Begitu juga
dengan cerita Ande-ande Lumut yang
ditransformasikan menjadi seni pertunjukan yang mengalami perubahan moda seni.
Sekarang perhatikan sebuah lagu tayup Bromo Indah, sebuah lagu yang tergolong
nyanyian rakyat. Folklore Jawa Timur sama mencatat ada intertekstualitas antara
lagu Bromo Indah dengan legenda Gunung Bromo atau versi lain legenda Gunung Tengger yang mengisahkan
percintaan Roro Anteng dan Joko
Seger.
Sebagai seni sastra pariwisata alih wahana
seni memberikan peran penting dalam pemertahanan budaya sekaligus memberikan
ruang positif terhadap hidup lestarinya nilai-nilai moral, nilai-nilai sosial,
dan nilai-nilai budaya karena ada perhatian pada kearifanlokalnya suatu
kewilayahan di berbagai daerah di Nusantara dengan kekhasannya masing-masing.
Alih wahana memiliki istilah lain
transformasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan transformasi adalah (1)
perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya); (2) perubahan struktur
gramatikal menjadi
struktur gramatikal lain dengan menambah,
mengurangi, atau menata kembali unsurunsurnya. Istilah lain yang selaras dengan
transformasi adalah alih wahana. Alih wahana mencakup kegiatan penerjemahan,
penyaduran, dan pemindahan dari satu jenis
kesenian ke jenis kesenian lain. Dalam
arti yang lebih luas, istilah ini bahkan
juga bisa mencakup pengubahan dari berbagai jenis
ilmu pengetahuan menjadi karya seni.
Alih wahana lain bisa diperhatikan pada
kutipan teks berasal dari lirik lagu Layangan
sebagai genre lagu patrol Banyuwangen yang populer dinyanyikan oleh Catur
Arum menjadi salah satu puisi dalam sekumpulan puisi Jenggirat (2024) yang ditulis oleh Tengsoe Tjahjono di Seoul Korea
Selatan juga tentang Layangan. Begini
syair lagu sebelum ditransformasikan menjadi puisi. Bait terakhir syair lagu
ini menjadi alih wahana pada puisi yang dimaksudkan.
Usum usum usum layangan
Bola digelas dienggo bendetan
Aran ganjur dowo-dowoan,
Sangkrahe carang wit-witan
Pung lampong nong awang-awang
Pertondo pedot aran layangan
Yo hang ngadhang, sepirang-pirang
Lare-lare podho rebutan
Ono abang, ono kuning
Ono ijo, ono putih
Macem-macem kelire
Ono palang, ono cundhut
Ono kop-kopan sawi-sawian
Macem-macem gambare..
Usum.. Usum Usum layangan
Bola digelas dienggo bendetan
Aran ganjur dowo-dowoan,
Sangkrahe carang wit-witan
Pung, lampong nang awang-awang
Pertondho pedhot aran layangan
Yo hang ngadhang, sepirang-pirang
Lare-lare podho rebutan
Ono abang, ono kuning
Ono ijo, ono putih
Macem-macem kelire
Ono palang, ono cundhut
Ono kop-kopan sawi-sawian
Macem-macem gambare
Ono abang, ono kuning
Ono ijo, ono putih
Macem-macem kelire
Ono palang, ono cundhut
Ono kop-kopan sawi-sawian
Macem-macem gambare
Pedhote layangan sing dadi paran,
Tapi ojo sampek pedhot seduluran
Pedhote layangan sing dadi paran,
Tapi ojo sampek pedhot seduluran
Pedhote layangan,sing dadi paran
Tapi ojo sampek,pedhot seduluran
Alih wahana sastra lisan atau sastra rakyat
yang lain dapat diperhatikan pada cerita Calon
Arang kemudian menjadi buku yang ditulis oleh Toety Heraty menjadi sebuah
prosa liris Calon Arang Kisah Perempuan
Korban Patriarkhi (2012). Juga
pada Transformasi Cerita Rakyat Anjani,
Mandalika, dan Cilinaya dalam Kumpulan Puisi Anjing Gunung Karya Irma Agryanti.
Selanjutnya, alih wahana babak Sinta
Obong dalam puisi-puisi Indonesia.
Dengan alih wahana cerita
rakyat berperan penting dalam memberikan perhatian pada entitas sastra lokal
sebagai media pembelajaran dan pewarisan nilai-nilai budaya luhur berkerifan
lokal. Fungsi penting dari pembaharuan secara kreatif, para penyair dan seniman
membuatkanya lebih menarik, dinamis, modern, dan fungsional serta memanfaatkan
sisi kekuatan teknologi digital secara terpadu dan terdesain lebih bermutu.
Penulis:
Gatot Sarmidi dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FBS Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.