Pahlawan "Siap Kecil"
Dari artikel dosen blankon yang saya baca yaitu “Hari Pahlawan dalam Perspektif Blankonisme” terdapat satu kutipan yang menarik perhatian saya yaitu kalimat“Pahlawan sejati, adalah ia yang mampu menjaga api perjuangan tetap hidup di dalam kepala yang tertutup, tetapi pikirannya tetap terbuka.”
Oleh: Meycha Grace Velizia Jusup,Mahasiswa STIKES Panti Waluya Malang
Kalimat “Pahlawan sejati adalah ia yang mampu menjaga api perjuangan tetap hidup di dalam kepala yang tertutup, tetapi pikirannya tetap terbuka” sebenarnya memberi kita pengingat yang sederhana tapi dalam. Ia seperti menampar pelan, bilang bahwa jadi pahlawan itu nggak harus pakai seragam, nggak harus berteriak lantang, dan nggak perlu memegang senjata. Justru, kepahlawanan sekarang lebih banyak terjadi di dalam diri—di cara kita berpikir, bersikap, dan menghadapi hidup yang kadang melelahkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi “perang” yang orang lain nggak lihat. Ada rasa capek, malas, insecure, kekecewaan, dan kadang muncul juga keinginan buat menyerah. Api semangat dalam diri bisa banget mengecil tanpa kita sadari. Nah, pesan dari Blankonisme ini seperti bilang, “Hei, jaga nyala itu. Jangan biarkan padam.” Karena sebenarnya, api tekad yang kecil itu kadang cukup untuk membuat kita tetap melangkah meskipun pelan.
Menjaga api perjuangan itu bukan tentang selalu terlihat kuat, tapi tentang berusaha tetap bertahan. Kadang perjuangan seseorang cuma se-simple bangun pagi pas lagi down, terus tetap berangkat kerja atau kuliah. Kadang perjuangannya adalah menahan diri supaya nggak marah, tetap sopan padahal hati lagi kusut. Kadang perjuangannya adalah berusaha jujur meski ada kesempatan buat curang. Hal-hal kecil seperti itu mungkin nggak terlihat keren, tapi justru di situlah letak kepahlawanan masa kini.
Selain menjaga semangat, pesan moral lain dari kalimat ini adalah pentingnya punya pikiran yang terbuka. Blangkon memang menutup kepala, tapi itu bukan simbol menutup diri atau jadi keras kepala. Justru kebalikannya. Kepala boleh tertutup, tapi pikiran harus tetap menerima hal-hal baru. Orang yang pikirannya terbuka biasanya lebih mudah belajar, lebih gampang mengerti perbedaan, dan nggak mudah merasa paling benar. Di zaman sekarang, punya pikiran yang terbuka itu sama berartinya dengan keberanian. Karena butuh keberanian buat mengakui kalau kita salah, memperbaiki diri, atau mendengar pendapat orang yang berbeda.
Kita hidup di era serba cepat, serba ribut, serba ingin menang sendiri. Kadang, membuka pikiran saja sudah terasa seperti perjuangan. Tapi pahlawan masa kini justru adalah mereka yang bisa tetap jernih di tengah hiruk-pikuk itu. Mereka yang bisa memilah mana informasi
yang benar, mana yang cuma bikin panas kepala. Mereka yang memilih damai ketika dunia ramai. Mereka yang tetap tenang meskipun keadaan tidak selalu memihak.
Pahlawan juga tidak selalu orang yang berada di garis depan. Banyak pahlawan yang bekerja dalam diam. Misalnya guru yang sabar mengajar murid-muridnya, tenaga kesehatan yang tetap ramah walau lelah, orang tua yang bekerja keras tanpa mengeluh, atau anak muda yang tetap semangat belajar meski banyak godaan untuk bermalas-malasan. Mereka semua tidak mencari sorotan, tapi hidup mereka membawa kebaikan bagi orang lain. Hidup seperti itu pun sudah bentuk kepahlawanan tersendiri.
Dalam hidup bermasyarakat, pesan kalimat itu juga mengajak kita untuk tetap rendah hati. Menundukkan kepala bukan berarti kalah atau tidak percaya diri. Justru, itu tanda bahwa kita tahu ada hal-hal yang lebih besar dari diri kita: kebaikan, kejujuran, dan rasa hormat pada sesama. Orang yang rendah hati biasanya lebih mudah dihormati, lebih mudah didengarkan, dan lebih mudah diterima. Kesederhanaan itu justru menunjukkan kedewasaan.
Blankonisme ingin mengingatkan bahwa setiap orang punya potensi untuk menjadi pahlawan dalam ruang hidupnya sendiri. Kita nggak perlu menjadi tokoh besar dulu. Yang penting adalah bagaimana kita menjaga diri untuk tetap berada di jalan yang benar, dan bagaimana kita membuka hati serta pikiran supaya terus berkembang. Nilai-nilai seperti kerja keras, kejujuran, ketulusan, dan gotong royong memang nggak pernah ketinggalan zaman. Mereka yang menjaga nilai-nilai itu adalah pahlawan yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, pesan moral dari kalimat itu sangat sederhana: jagalah api perjuanganmu, sekecil apa pun itu. Dan tetap bukalah pikiranmu, seluas apa pun dunia berubah. Karena pahlawan sejati bukan mereka yang paling keras suaranya, tapi mereka yang paling kuat hatinya. Bukan mereka yang paling sering terlihat, tetapi mereka yang paling konsisten melakukan kebaikan.
Kalau setiap orang bisa menjaga nyala semangatnya dan tetap membuka pikirannya, maka dunia ini akan punya lebih banyak pahlawan yang tidak terlihat. Dan sering kali, justru pahlawan yang tidak terlihat itulah yang paling besar pengaruhnya.

