2025/11/16

Kearifan Lokal Lamaholot dan Nilai Pancasila


Guru perlu menghadirkan contoh konkret nilai budaya Lamaholot dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat melihat dan merasakan langsung relevansi nilai tersebut dalam kehidupan. Sekolah juga perlu menguatkan budaya positif melalui program yang mengangkat nilai gotong royong, musyawarah, dan kerja sama.


Oleh : Emanuel Asdiakon Naowolo, Mahasiwa Prodi PPKN Universitas PGRI KANJURUHAN, Malang

Gagasan

Pembangunan karakter dewasa ini menuntut pendekatan yang tidak hanya normatif tetapi juga kontekstual. Salah satu pendekatan yang semakin relevan adalah integrasi nilai-nilai Pancasila dengan kearifan lokal. Di wilayah adat Lamaholot, terdapat konsep Nobo Lema, yakni Pancasila versi bahasa dan budaya lokal yang memuat makna filosofis mendalam mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.


 Nobo Lema mencakup nilai-nilai seperti pertama Hungen ba’at tonga belolo (Bertuhan kepada Sang Pencipta, yang menguasai langit “Lera Wulan” dan bumi “Tana Ekan”), kedua kakan dike arin sare parep (Mengasihi sesama, menghargai saudara, dan menjaga hubungan antar manusia) , ketiga Puin ta’an tou gahan ta’an ehan (Bersatu hati dan bergandengan tangan sebagai satu bangsa) , keempat Ata kelake temukun tobo pupu uku gahin lewotana ulin umena (Bermusyawarah dan mengambil keputusan bersama demi kebaikan kampung dan negeri), dan yang kelima Tekang peten ditiban tukan tenu kepae di hama hama (Menegakkan keadilan, berbagi hasil secara adil, dan bekerja keras bersama). 

Nilai-nilai tersebut bukan hanya selaras dengan Pancasila, tetapi juga telah hidup dalam keseharian masyarakat. Integrasi kedua unsur ini menjadi gagasan utama untuk membangun karakter peserta didik secara lebih relevan dan berakar pada budaya mereka sendiri.

Alasan

Meskipun Pancasila diajarkan secara formal di sekolah, peserta didik sering menafsirkan nilai-nilainya secara abstrak dan jauh dari pengalaman hidup mereka. Pembelajaran Pancasila yang tidak kontekstual membuat nilai-nilai tersebut sulit dihayati. Sebaliknya, budaya Lamaholot menyediakan contoh konkret tentang bagaimana nilai Pancasila diwujudkan dalam tindakan sehari-hari seperti gemohing (gotong royong), korke lewo (musyawarah adat), dan penghormatan kepada Lera Wulan Tana Ekan sebagai simbol Ketuhanan. 

Kearifan lokal Lamaholot adalah sistem nilai yang telah diwariskan turun-temurun, teruji, dan menjadi pedoman moral masyarakat. Dengan mengintegrasikannya dalam pembelajaran PPKn, peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna. Mereka tidak hanya mempelajari nilai, tetapi juga menghidupinya melalui praktik budaya, keteladanan, serta pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. 

Selain itu, pendidikan karakter menuntut pembelajaran yang relevan dengan lingkungan sosial dan budaya peserta didik. Dengan menghubungkan Pancasila dengan Nobo Lema, sekolah mampu menciptakan pendidikan karakter yang lebih natural, aplikatif, dan sesuai dengan identitas lokal.

Rumusan

Berdasarkan narasi diatas, ada beberapa pertanyaan yang muncul. Pertama bagaimana bentuk integrasi nilai-nilai Pancasila dengan kearifan lokal Nobo Lema dalam pembelajaran di sekolah, kedua nilai-nilai budaya Lamaholot apa saja yang relevan dalam membangun karakter peserta didik dan ketiga bagaimana dampak integrasi Pancasila berbasis kearifan lokal terhadap pembentukan karakter peserta didik. 

Rumusan ini diarahkan untuk menggali hubungan antara nilai nasional dan nilai lokal serta bagaimana keduanya dapat diterapkan secara efektif dalam pendidikan karakter.

Uraian 


Integrasi nilai Pancasila dan nilai-nilai lokal Lamaholot memiliki berbagai dampak positif bagi peserta didik, antara lain:

Penguatan spiritualitas dan religiositas.

Melalui nilai Hungen ba’at tonga belolo, peserta didik memahami Ketuhanan secara kontekstual dan menjadikannya sebagai pedoman moral dalam kehidupan.


Tumbuhnya rasa kemanusiaan dan empati.

Nilai kakan dike arin sare parep mengajarkan kasih, penghargaan, dan kepedulian terhadap sesama, sehingga memperkuat karakter sosial siswa.

Meningkatnya rasa persatuan dan solidaritas.

Melalui konsep puin ta’an tou, peserta didik belajar pentingnya kebersamaan, gotong royong, dan solidaritas yang kuat dalam menjaga harmoni.



Penguatan sikap demokratis.

Tradisi korke lewo membiasakan peserta didik untuk mendengar, berdiskusi, dan mencapai mufakat, sehingga menumbuhkan karakter demokratis sejak dini.

Penanaman nilai keadilan

Nilai tekang peten ditiban tukan tenu kepae mendorong rasa tanggung jawab, keadilan, dan penghargaan terhadap usaha, sehingga membentuk etos kerja yang baik.

Dampak 

Integrasi nilai-nilai Pancasila dengan kearifan lokal Lamaholot melalui konsep Nobo Lema memberikan dampak yang kuat terhadap pembentukan karakter peserta didik. Nilai Hungen ba’at tonga belolo menumbuhkan spiritualitas dan moralitas yang lebih kontekstual, karena siswa memahami Ketuhanan melalui simbol budaya yang dekat dengan kehidupan mereka. 

Nilai kakan dike arin sare parep memperkuat sikap kemanusiaan, empati, dan penghargaan terhadap sesama. Konsep puin ta’an tou membentuk sikap solidaritas dan kebersamaan yang tercermin dalam gotong royong di lingkungan sekolah. Tradisi korke lewo melatih sikap demokratis, kemampuan berdiskusi, dan pengambilan keputusan secara bijak.

 Sementara itu, nilai tekang peten ditiban tukan tenu kepae menanamkan etos kerja, keadilan, dan rasa tanggung jawab. Secara keseluruhan, integrasi ini menjadikan karakter siswa lebih kuat, terarah, dan sesuai dengan budaya lokal.

Ajakan

Melihat besarnya dampak positif integrasi nilai Pancasila dan kearifan lokal Lamaholot, penting bagi seluruh pihak untuk bersama-sama mengimplementasikannya dalam pendidikan. Guru perlu menghadirkan contoh konkret nilai budaya Lamaholot dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat melihat dan merasakan langsung relevansi nilai tersebut dalam kehidupan. Sekolah juga perlu menguatkan budaya positif melalui program yang mengangkat nilai gotong royong, musyawarah, dan kerja sama.


Postingan Terkait

Cari Blog Ini