CANGKRUK SEDULURAN "LINTAS IMAN ERA DIGITAL"
MALANG - Suasana penuh kehangatan dan keguyuban memenuhi Gedung Krida Sasana Budaya, Jl. Mgr. Sugiyopranoto No. 4, pada Sabtu, 15 November 2025, ketika Bidang Kesaksian Paroki Hati Kudus Yesus menyelenggarakan acara “Cangkruk Seduluran: Menjaga Toleransi di Era Digital.” Kegiatan yang dimulai pukul 18.30 WIB ini menghadirkan para tokoh lintas agama, lintas kepercayaan, dan unsur pemuda, dengan semangat utama memperkuat persaudaraan di tengah tantangan digital masa kini.
Acara diawali dengan sambutan Ketua Bidang Kesaksian Paroki Hati Kudus Yesus, Petrus Aprilianto, S.Pd., yang menegaskan pentingnya ruang dialog yang hangat dan terbuka sebagai bagian dari kesaksian hidup beriman. Beliau menekankan bahwa era digital menuntut setiap umat untuk semakin bijaksana, kritis, dan tetap berpegang pada nilai toleransi dalam interaksi sehari-hari.
Sambutan dilanjutkan oleh Romo Hendrikus Suwaji, O. Carm, Romo Kepala Paroki Hati Kudus Yesus sekaligus Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Malang. Dalam arahannya, Romo Suwaji menekankan bahwa toleransi bukan hanya konsep, tetapi praktik hidup yang harus ditumbuhkan melalui dialog, perjumpaan, dan kerja sama nyata. Dengan resmi, beliau membuka kegiatan Cangkruk Seduluran sebagai wujud komitmen Gereja untuk merawat kerukunan.
Acara memasuki sesi inti yang dipandu oleh Moderator BP Engelbertus Kukuh W., M.Pd., yang memimpin dialog secara interaktif dan menciptakan suasana cair penuh persaudaraan.
Para narasumber yang hadir antara lain: Sdr. Imron – perwakilan dari IPPPNU, menyampaikan perspektif Islam tentang etika bermedia serta pentingnya merawat ruang digital yang santun dan beradab.
Vikaris Reggy Heizkia Simangunsong, S.Si–Teologi dari GPIB, mengajak peserta untuk memandang perbedaan sebagai bagian dari kekayaan bangsa yang perlu dihargai.
Ibu Ika Mardiana dari Klenteng Eng An Kiong, memaparkan nilai harmoni dan welas asih dalam tradisi Khonghucu sebagai dasar hidup berdampingan.
Mariska Nathalya Siregar dari Penghayat Sapto Darmo, menekankan spiritualitas keselarasan dan tata krama Jawa dalam membangun keteduhan sosial.
Rubiyanto dari STAH, menghadirkan perspektif Hindu tentang dharma dan keseimbangan dalam interaksi dunia maya.
Atthasilani Uun Triya Gandhasilani dari STAB, menguraikan pandangan Buddhis tentang kejernihan batin dan ujaran benar di media digital.
Lulus Lely dari Pemuda Katolik, berbagi peran generasi muda dalam menciptakan konten positif dan mencegah polarisasi di dunia digital.
Umat Paroki Hati Kudus Yesus dan tamu undangan dari berbagai latar belakang tampak hadir dan terlibat aktif.
Sesi tanya jawab berlangsung hangat, terbuka, dan penuh persaudaraan. Para peserta menunjukkan antusiasme luar biasa melalui pertanyaan-pertanyaan kritis, reflektif, dan menggugah, mencerminkan semangat guyub rukun yang menjadi jiwa acara ini.
Acara ditutup dengan foto bersama, menegaskan simbol persatuan dalam keberagaman. Wajah-wajah ceria dan penuh harapan menggambarkan kesadaran bersama untuk terus merawat toleransi, terlebih dalam derasnya arus informasi digital.
“Cangkruk Seduluran” bukan hanya menjadi wadah dialog, tetapi juga ruang perjumpaan yang merekatkan persaudaraan antarkomunitas. Melalui kegiatan ini, semakin kuat tekad untuk mewujudkan Indonesia yang rukun, damai, dan saling menghargai—baik di dunia nyata maupun di dunia maya. (dbi)

