Dari Anak Nelayan ke Raja Parkir Digital": Perjalanan Yoel Liem yang Mengubah Hal Sepele Jadi Bisnis Triliunan
KARIMUN, KEPRI — Di sebuah pulau kecil di ujung utara Indonesia, seorang anak laki-laki duduk di dermaga, memperhatikan kapal-kapal datang dan pergi. Ayahnya seorang nelayan, ibunya penjual makanan kecil. Tidak ada yang menyangka, anak itu kelak akan mengendalikan salah satu alur paling vital di kota-kota besar: parkir.
Namanya Yoel Liem Yusnarto. Hari ini, ia adalah CEO MSM Parking Group, perusahaan teknologi parkir terbesar di Indonesia. Tapi perjalanannya bukan tentang warisan bisnis atau gelar MBA dari universitas ternama. Ini adalah kisah tentang mengubah kebiasaan sehari-hari menjadi solusi besar — hanya dengan satu pertanyaan: "Kenapa harus ribet?"
Awal yang Sederhana, Visi yang Besar
Yoel tumbuh di tengah keterbatasan. Sekolah dengan seragam lusuh, pulang-pergi naik sepeda, dan membantu orang tua di warung. Ia tidak pernah bermimpi jadi "pengusaha kaya", apalagi "raja parkir".
Tapi saat bekerja sebagai sales tambang batu bara, sering berkeliaran ke kota besar, ia mulai memperhatikan hal-hal kecil yang membuat hidup orang tidak efisien.
"Saya lihat orang rela mutar 30 menit cari parkir. Lalu bayar cash ke petugas yang tidak punya sistem. Kadang karcisnya hilang, kadang denda seenaknya. Saya pikir: ini bukan cuma masalah parkir. Ini soal harga diri pengguna jalan."
Dari rasa kesal itulah, lahir ide: bagaimana jika parkir bisa semudah top-up e-wallet?
Memulai dari Nol, Tanpa Modal Besar
Tahun 2016, Yoel mengumpulkan tabungan Rp150 juta — hasil dari kerja keras selama bertahun-tahun. Ia menyewa kantor kecil di Jakarta, merekrut tiga teknisi, dan mulai mendatangi pemilik gedung.
"Kami tawarkan solusi: kami yang urus sistem parkir, Anda tinggal terima laporan harian dan uang masuk ke rekening. Tanpa petugas, tanpa uang tunai, tanpa konflik."
Awalnya ditertawakan. "Parkir digital? Orang Indonesia masih suka bayar cash!" Tapi satu gedung di Cengkareng akhirnya setuju mencoba.
Hasilnya? Pendapatan parkir naik 35% dalam tiga bulan. Tidak ada lagi kebocoran. Semua tercatat. Transparan.
Dari situlah, MSM Parking mulai menyebar — dari satu gedung, ke mal, ke rumah sakit, ke kawasan publik. Kini, perusahaannya mengelola lebih dari 500.000 transaksi parkir per bulan, dengan omzet yang diperkirakan mencapai ratusan miliar per tahun.
Inovasi yang "Tidak Glamor" Tapi Berdampak Nyata
Apa yang Yoel bangun bukanlah aplikasi keren dengan fitur AI atau metaverse. Sistemnya sederhana: scan QR, bayar digital, keluar otomatis. Tidak ada iklan besar. Tidak ada kampanye viral.
Tapi justru di situlah kekuatannya.
- Untuk
pemilik gedung: pendapatan stabil, tidak ada lagi "uang
siluman".
- Untuk
pengguna: lebih cepat, aman, tidak perlu nego atau takut ditilang petugas
liar.
- Untuk pemerintah kota: data parkir bisa digunakan untuk perencanaan transportasi dan pengendalian kemacetan.
"Kami tidak menciptakan tren. Kami memecahkan masalah
yang sudah ada sejak 40 tahun lalu," kata Yoel, duduk di ruang kerjanya
yang sederhana, tanpa kemewahan khas CEO startup.
Filosofi Bisnis: "Jangan Cari Yang Baru, Cari Yang Belum Dibenahi"
Yoel tidak tertarik pada bisnis yang sudah ramai: e-commerce, fintech, ride-hailing. Ia percaya, peluang terbesar justru ada di sektor yang dianggap "kotor", "remeh", atau "tidak prestisius".
"Orang bilang parkir itu sepele. Tapi coba bayangkan: setiap hari jutaan orang parkir. Itu berarti jutaan titik sentuh. Jika dikelola dengan baik, itu bukan sepele — itu emas."
Ia sering mengatakan kepada timnya: "Jangan ingin jadi unicorn. Ingin jadi solusi."
Dan solusi itulah yang membuat MSM Parking kini dilirik oleh investor asing, pengembang properti besar, bahkan Kementerian Perhubungan yang ingin menjadikan sistemnya sebagai pilot project digitalisasi parkir nasional.
Menginspirasi Generasi Baru Wirausaha
Kisah Yoel kini menjadi bahan kuliah di beberapa kampus bisnis. Ia sering diundang sebagai pembicara dengan tema: "Membangun Bisnis dari Masalah Sehari-hari."
Bagi mahasiswa dan calon pengusaha muda, ia adalah bukti
bahwa:
- Anda
tidak perlu latar belakang elite untuk sukses.
- Inovasi
tidak harus rumit.
- Yang penting adalah kepekaan terhadap masalah, keberanian mengambil langkah, dan konsistensi.
"Saya bukan genius. Saya cuma orang yang tidak tahan
melihat ketidakadilan kecil — seperti orang kena denda Rp10 ribu hanya karena
karcisnya hilang," ujarnya sambil tersenyum.
Penutup: Sang Penyambung yang Tak Terlihat
Di era di mana pengusaha diidolakan karena valuasi unicorn dan kemewahan, Yoel Liem justru menunjukkan wajah lain dari kepemimpinan bisnis: rendah hati, fokus pada dampak, dan berpihak pada pengguna biasa.
Ia tidak ingin jadi taipan. Ia ingin jadi penyambung antara kota yang kacau dan kota yang teratur.
Dan mungkin, suatu hari nanti, ketika kita dengan mudah
menemukan tempat parkir, membayar tanpa uang tunai, dan keluar tanpa antrian —
kita tidak akan tahu siapa yang membuat itu semua mungkin.
Tapi di balik layar, ada seorang anak nelayan dari Karimun, yang memutuskan untuk tidak membiarkan hal sepele tetap menjadi masalah.
Di ujung utara Indonesia, di antara laut biru dan pulau-pulau kecil yang
tersebar seperti butiran pasir, tumbuh seorang anak laki-laki yang tak pernah
bermimpi jadi CEO atau pengusaha besar. Ia hanya tahu kehidupan sederhana:
ayahnya nelayan, ibunya berjualan makanan ringan di warung kecil. Setiap hari,
ia melihat kapal-kapal datang dan pergi, membawa barang, membawa harapan.
Namanya Yoel Liem Yusnarto. Kini, ia adalah pendiri dan CEO MSM
Parking, sebuah perusahaan yang fokus pada digitalisasi sistem parkir di
perkotaan. Bukan perusahaan rintisan dengan valuasi unicorn, bukan pula startup
yang ramai di media. Tapi, langkah-langkahnya perlahan mengubah wajah parkir di
kota-kota besar — dari sistem manual yang kacau menjadi lebih teratur,
transparan, dan efisien. Dari Keterbatasan, Lahir Kepedulian Yoel
tumbuh di lingkungan yang penuh keterbatasan. Seragam sekolah yang sering
bolong, sepeda tua untuk pulang-pergi, dan waktu luang yang dihabiskan membantu
orang tua. Ia tidak punya akses ke pendidikan elite, dan tidak pernah mengejar
gelar MBA. Ia lulus dari jurusan Teknik Industri di universitas swasta, lalu
bekerja sebagai tenaga penjualan di industri tambang. Perjalanannya ke
kota-kota besar membuka matanya. Di Jakarta, Surabaya, Medan — di mana pun ia
pergi, ada satu hal yang selalu sama: parkir yang kacau. "Saya
lihat orang mutar-mutar 20 menit cuma cari tempat parkir. Lalu bayar cash ke
petugas yang tidak punya sistem. Karcis hilang, denda seenaknya, uang masuk ke
kantong pribadi. Saya pikir: ini bukan cuma soal parkir. Ini soal kepercayaan,
soal keadilan kecil yang diabaikan." Dari rasa frustrasi itulah,
muncul pertanyaan sederhana:
"Kenapa parkir harus serumit ini?" Langkah Awal:
Memulai dari Bawah Tahun 2016, Yoel mengambil risiko besar. Ia menyisihkan
tabungan selama bertahun-tahun untuk memulai usaha. Ia menyewa kantor
kecil diBandung, merekrut tiga teknisi, dan mulai menawarkan solusi: sistem
parkir berbasis digital, tanpa uang tunai, tanpa kebocoran. Konsepnya
sederhana: Pengguna scan QR saat masuk dan keluar. Pembayaran dilakukan secara
digital (e-wallet atau transfer). Data tercatat otomatis, laporan harian
dikirim ke pemilik gedung. Tidak ada sistem karcis kertas, tidak ada
petugas yang bisa "menyedot" pendapatan. Namun, respons awal
tidak mudah. "Banyak yang menertawakan. 'Orang Indonesia masih suka
bayar cash!' 'Parkir digital? Nanti malah ribet!'" Tapi satu gedung
di Cengkareng akhirnya bersedia mencoba. Hasilnya? Dalam tiga bulan, pendapatan
parkir naik 35%, kebocoran hilang, dan pengguna lebih puas. Kemenangan
kecil itu menjadi katalis. Satu per satu gedung, mal, rumah sakit, dan area
publik mulai tertarik. MSM Parking perlahan menyebar. Inovasi
Sederhana, Dampak Nyata Apa yang dibangun Yoel bukan teknologi futuristik.
Tidak ada AI, tidak ada drone, tidak ada metaverse. Ia fokus pada efisiensi dan
transparansi. Keuntungan sistem ini terasa di tiga sisi: Bagi
pengelola gedung: Pendapatan lebih stabil, tidak ada lagi "uang siluman",
manajemen lebih mudah. Bagi pengguna: Lebih cepat, aman, tidak perlu nego atau
takut ditilang petugas liar. Bagi pemerintah kota: Data parkir bisa digunakan
untuk perencanaan lalu lintas dan pengendalian kemacetan. "Kami
tidak menciptakan tren. Kami mencoba memperbaiki masalah yang sudah ada puluhan
tahun," kata Yoel, duduk di ruang kerjanya yang sederhana, tanpa kemewahan
khas CEO. Filosofi Bisnis: Fokus pada yang Terabaikan Di tengah
hiruk-pikuk startup yang mengejar valuasi, Yoel justru memilih jalur yang
berbeda. Ia tidak tertarik pada bisnis yang sudah ramai: e-commerce, fintech,
atau ride-hailing. "Saya percaya, peluang besar justru ada di
sektor yang dianggap 'kotor', 'remeh', atau 'tidak prestisius'. Parkir sering
dianggap sepele. Tapi bayangkan: jutaan orang parkir setiap hari. Itu berarti
jutaan titik sentuh. Jika dikelola dengan baik, itu bukan sepele — itu
peluang." Ia sering mengingatkan timnya: "Jangan ingin jadi
unicorn. Ingin jadi solusi." Pendekatannya ini membuat MSM Parking
dilirik oleh pengembang properti, manajemen mal, dan bahkan instansi
pemerintah. Beberapa kota mulai menjajaki kolaborasi untuk uji coba
digitalisasi parkir, dengan sistem yang dikembangkan oleh tim Yoel.
Menginspirasi Tanpa Harus Menjadi Idola Kini, Yoel sering diundang sebagai
pembicara di kampus dan seminar bisnis. Ia membawa pesan sederhana: Anda
tidak perlu latar belakang elite untuk membuat perubahan. Inovasi tidak harus
rumit. Yang paling penting adalah kepekaan terhadap masalah, keberanian
memulai, dan konsistensi. "Saya bukan genius. Saya cuma orang yang
tidak tahan melihat ketidakadilan kecil — seperti orang kena denda Rp10 ribu
hanya karena karcisnya hilang." Penutup: Solusi yang Tidak
Minta Dihargai Di era di mana kesuksesan diukur dari kemewahan dan jumlah
pengikut media sosial, Yoel Liem Yusnarto justru menunjukkan wajah lain dari
kewirausahaan:
rendah hati, fokus pada dampak, dan berpihak pada pengguna biasa. Ia
tidak ingin jadi taipan. Ia ingin jadi bagian dari kota yang lebih tertata —
kota yang tidak membuat warganya stres hanya karena mencari tempat parkir.
Dan suatu hari nanti, ketika kita bisa parkir dengan mudah, membayar
tanpa uang tunai, dan keluar tanpa antrian panjang,
mungkin kita tidak akan tahu siapa yang memulai perubahan itu. Tapi di
balik layar,
ada seorang anak dari Karimun,
yang memutuskan untuk tidak membiarkan hal sepele tetap menjadi masalah.

