Cerita 26: "Mencari Penyembuhan di Tengah Bantengan"

 Farhan merasa lelah. Kehidupan yang sibuk, ditambah dengan tekanan pekerjaan, membuatnya merasa kosong dan jauh dari kebahagiaan. Belakangan, ia merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya—sesuatu yang tidak bisa ia temukan di meja rapat atau di dunia profesional yang ia jalani. Ketika seorang teman mengundangnya untuk menonton pertunjukan Bantengan di alun-alun, Farhan tidak tahu harus berharap apa. Namun, ia merasa bahwa ia perlu mencoba sesuatu yang berbeda.

Malam itu, Farhan datang dengan sedikit keraguan. Suara gamelan yang menggelegar menyambut kedatangannya. Para pemain yang mengenakan topeng banteng besar mulai beraksi di panggung, bergerak dengan gerakan yang lincah dan penuh tenaga. Farhan duduk di tepi kerumunan, mencoba mengikuti jalannya pertunjukan. Namun, jauh di dalam hatinya, ia merasa cemas. Apa yang bisa ia dapatkan dari sebuah pertunjukan seperti ini?

Tiba-tiba, salah satu pemain Bantengan mendekat dan berhenti tepat di depan Farhan. Mata pemain itu terbelalak, dan ia tampak begitu intens, seolah-olah sedang berbicara langsung dengan Farhan. Meski tidak ada kata-kata, tatapan itu terasa kuat—sebuah panggilan untuk menghadapi rasa sakit yang selama ini ia sembunyikan.

Farhan merasa tubuhnya menggigil. Ada sesuatu yang menggetarkan dalam dirinya, sesuatu yang mendorongnya untuk melepaskan beban batin. Ia menutup mata sejenak, meresapi ketegangan dan kegembiraan yang datang dari pertunjukan. Perlahan, ia mulai merasakan kelegaan—seperti ada energi yang menyembuhkan luka-luka lama yang selama ini ia pendam.

Ketika pertunjukan selesai, Farhan merasa ada sesuatu yang berubah. Ia tidak lagi merasa terbebani. Ia tersenyum, merasa lebih ringan, seolah pertunjukan Bantengan itu memberi kekuatan baru untuk menghadapi kehidupannya yang penuh tekanan.

Pesan Moral:

Terkadang, kita harus melepaskan diri dari rutinitas dan membuka hati untuk hal-hal baru. Seni dan budaya bisa menjadi jalan penyembuhan bagi luka batin yang tak terlihat.