2025/05/06

Cerita 14: "Ketabahan di Balik Tarian Bantengan"

 Siti, seorang ibu rumah tangga yang sederhana, selalu merasa terhubung dengan tradisi desa. Meskipun tidak terlalu tertarik dengan seni pertunjukan, ia selalu menghargai kebudayaan yang dijaga oleh masyarakat. 



Malam itu, Siti mengajak anak-anaknya untuk menonton pertunjukan Bantengan yang diadakan di lapangan desa, sebuah acara yang sering ia dengar dari suaminya.


Saat pertunjukan dimulai, suara gamelan dan terompet mengalun riuh, menyambut para penonton yang sudah berkerumun. Siti melihat para pemain mengenakan topeng banteng besar yang menakutkan. Mereka bergerak dengan cepat dan penuh semangat, menari dan melompat, seolah tak mengenal lelah.


Siti menatap seorang pemain yang tampaknya lebih tua dari yang lain. Tubuhnya yang kurus dan tua tampak kelelahan, tetapi ia tetap melompat dan bergerak dengan penuh semangat. Siti merasa terharu melihatnya, apalagi ketika ia menyadari bahwa lelaki itu tidak berhenti meskipun keringatnya membasahi seluruh tubuh.


Setelah pertunjukan selesai, Siti mendekati salah satu sesepuh desa, yang kebetulan mengenal pemain itu. "Pak Hasan itu sudah berusia 60 tahun, tapi ia tetap ikut bermain karena ia ingin melestarikan budaya ini untuk generasi muda," jelas sesepuh tersebut. "Ia merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk memberi teladan tentang ketabahan dan pengorbanan dalam hidup."


Siti terdiam. Dalam hatinya, ia merasa tersentuh. Meskipun kehidupan tidak selalu mudah, ketabahan dan pengorbanan adalah hal yang harus dihadapi setiap orang untuk mempertahankan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Ia menatap anak-anaknya dan berjanji untuk selalu mengajarkan mereka tentang pentingnya ketabahan dalam hidup, sepertinya para pemain Bantengan yang tak kenal lelah.



Pesan Moral:

Ketabahan bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang memberi tanpa mengharapkan imbalan. Kadang pengorbanan adalah cara terbaik untuk menunjukkan rasa cinta terhadap budaya dan keluarga.

Postingan Terkait